JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sebelas anak perusahaan dan entitas afiliasi PT Aneka Tambang Tbk (Antam) mengalami ketidakefisienan biaya operasi minimal sebesar Rp16,67 miliar pada periode 2019 hingga 2021. Hal itu disampaikan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan atas Peningkatan Nilai Tambah Sumber Daya Mineral Tahun 2019 sampai 2021 pada PT Aneka Tambang Tbk dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) Holding, kini menjadi PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID.
Pemeriksaan tersebut bertujuan menilai kesesuaian pengelolaan peningkatan nilai tambah sumber daya mineral tahun 2019 sampai 2021 pada Antam dan //holding// BUMN tambang, MIND ID terhadap peraturan yang berlaku.
Dari pemeriksaan itu, BPK mencatat Antam dan MIND ID mengelola peningkatan nilai tambah sumber daya mineral dan melakukan usaha di bidang pertambangan berbagai jenis bahan galian serta optimalisasi pemanfaatan sumber yang dimiliki untuk mendapat keuntungan. Sehingga, Antam berhasil mencapai penjualan emas tertinggi di tahun 2022 yaitu 34,97 ton. Hal ini mencapai 125 persen target penjualan tahun 2022 dan tumbuh 19 persen dari penjualan emas tahun 2021.
Capaian penjualan tahun 2022 mencapai Rp45,93 triliun atau tumbuh 19 persen dari penjualan tahun 2021. Laba bersih tahun 2022 mencapai Rp3.82 triliun atau tumbuh 105 persen dari capaian tahun 2021.
Antam juga berhasil mendapatkan penghargaan tiga Proper Hijau dan empat Proper Biru karena telah melakukan pengelolaan lingkungan yang baik.
Kendati demikian, BPK mengungkap sejumlah temuan yang perlu mendapat perhatian. Hal itu yakni dalam pelaksanaan penambangan mineral, Antam belum detail merumuskan langkah strategi peningkatan kinerja anak usaha, cucu usaha, dan perusahaan afiliasi serta penciptaan value untuk MIND ID.
BPK menyatakan, sebelas anak perusahaan dan entitas afiliasi Antam di antaranya mengalami ketidakefisienan biaya operasi minimal senilai Rp16,67 miliar pada periode 2019-2021.
Hal tersebut disebabkan oleh direksi Antam belum secara proaktif berkonsultasi dan/atau berkoordinasi dengan direksi MIND ID untuk memastikan kejelasan reviu kinerja sepuluh perusahaan operating subsidiary dan delapan perusahaan non-operating subsidiary di bawah Antam termasuk opsi strategi untuk menciptakan value bagi MIND ID.
Kemudian, direksi Antam belum memiliki kajian menyeluruh sebagai dasar pembuatan roadmap untuk menentukan langkah detail strategi dalam rangka meningkatkan kinerja seluruh anak, cucu, dan perusahaan afiliasi serta menciptakan value bagi MIND ID.
BPK pun merekomendasikan kepada direksi Antam agar berkonsultasi dan/atau berkoordinasi secara proaktif dengan direksi MIND ID untuk memastikan kejelasan reviu kinerja sepuluh perusahaan operating subsidiary dan delapan perusahaan non-operating subsidiary di bawah Antam termasuk opsi strategi untuk menciptakan value bagi MIND ID.
Selain itu, direksi Antam juga perlu memerintahkan Subsidiaries Management Division Head bersama unit terkait lainnya untuk membuat kajian menyeluruh sebagai dasar pembuatan roadmap yang antara lain memuat langkah detail strategi dalam rangka meningkatkan kinerja seluruh anak, cucu, dan perusahaan afiliasi serta menciptakan value bagi MIND ID, antara lain dengan mempertimbangkan opsi divestasi, penyederhanaan organisasi, atau menjadikan cucu usaha sebagai unit atau proyek pada perusahaan induk.
Salah satu temuan BPK lainnya adalah terkait pengolahan dan pemurnian mineral, Antam dinilai tidak optimal mengelola risiko Proyek Feronikel Halmahera Timur dalam rangka mendukung program peningkatan nilai tambah sumber daya mineral. Sesuai dengan Pasal 102 UU Nomor 4 Tahun 2009, Antam sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral.
BPK merekomendasikan kepada direksi Antam agar menyusun contingency plan terkait proyek smelter Feronikel Halmahera Timur dan integrated risk assessment untuk P3LA dan P2FIP serta menyelesaikan pembangunan proyek smelter hingga dapat berproduksi.