JAKARTA — Anggota VII/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Slamet Edy Purnomo menegaskan, upaya penegakan hukum harus diperkuat dalam mendukung perbaikan kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini disampaikan Slamet seusai penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif atas Pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan, dan Instansi Terkait Lainnya Tahun 2020 sampai 2023 kepada Jaksa Agung, di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (21/5/2024).
Slamet menyampaikan, pihaknya akan terus meningkatkan koordinasi dengan Auditorat Utama Investigasi (AUI) BPK untuk menindaklanjuti temuan-temuan yang diduga memiliki unsur penyimpangan.
“Jika kita ingin memperbaiki kinerja BUMN maka law enforcement itu juga perlu kita tekankan, jangan sampai kita kendor di situ,” ujar Slamet pada Senin (20/5/2024).
Slamet pun menekankan pentingnya hubungan antara BPK dan aparat penegak hukum (APH). Sehingga, BPK dapat mendukung upaya penegakan hukum dengan memberikan materi pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat.
Terlebih lagi, menurut Slamet, penegakan hukum juga perlu ditingkatkan seiring dengan adanya temuan-temuan yang berkaitan dengan kinerja BUMN.
“BPK perlu menciptakan governance yang bagus dengan pemeriksaan yang berkualitas dan bermanfaat. Berkualitas ini artinya kita bisa mempertanggungjawabkan hasil pemeriksaan kita kemudian bermanfaat bagi lembaga yang diaudit dan bagi negara dalam mengawal agenda pembangunan nasional,” kata Slamet.
Sebelumnya, BPK menyatakan terdapat penyimpangan yang berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pengelolaan Keuangan PT Indofarma Tbk dan anak perusahaan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara pada PT Indofarma dan anak perusahaan sebesar Rp371,83 miliar.
Pemeriksaan ini merupakan inisiatif BPK yang berasal dari pengembangan hasil pemeriksaan Kepatuhan atas Pengelolaan Pendapatan, Beban, dan Kegiatan Investasi Tahun 2020 sampai Semester I Tahun 2023 pada PT Indofarma Tbk, Anak Perusahaan dan Instansi Terkait.
Slamet mengatakan, Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) VII BPK sudah mendiagnosis beberapa kasus yang diduga memiliki indikasi penyimpangan, salah satunya terkait Indofarma. Selain itu, Slamet mengatakan, ada pula permintaan pemeriksaan dari Kejaksaan Tinggi. Hal itu kemudian menjadi dasar bagi AKN VII BPK untuk menindaklanjuti dugaan tersebut.
“Dugaan-dugaan ini kita follow up dan ternyata memang ada (penyimpangan) sehingga dengan adanya indikasi tindak pidana fraud itu maka kita serahkan ke tim investigasi,” ungkap Slamet.
Selain penyerahan hasil pemeriksaan investigatif itu, BPK juga telah menyerahkan kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 5 Maret 2024 berupa Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara (LHP PKN) atas Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk kepada PT Linkadata Citra Mandiri Tahun 2016–2019.
Berdasarkan hasil PKN tersebut, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam perkara dimaksud yang mengakibatkan kerugian negara pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp120,15 miliar.