JAKARTA — Anggota I BPK/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara I Nyoman Adhi Suryadnyana meminta kementerian/lembaga terkait untuk memperkuat koordinasi dan sinergi dalam melakukan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI). Karena perlindungan PMI membutuhkan kerja sama antarsektor, K/L harus bisa meredam ego sektoral.
“Terkait hal ini, BPK berupaya menjembatani (bridging) penyelesaian permasalahan lintas sektoral yang melibatkan lebih dari satu kementerian atau lembaga,” kata Nyoman Adhi, Senin (5/8/2024).
Nyoman menuturkan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, perlindungan PMI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon PMI dan/atau PMI beserta keluarganya.
Hal itu dimaksudkan untuk menjamin pemenuhan hak mereka dalam keseluruhan kegiatan sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja dalam aspek hukum, ekonomi, dan sosial.
Menurut Nyoman, ada sejumlah hal yang perlu dibenahi dalam program perlindungan terhadap PMI. Namun, hal utama yang perlu dilakukan adalah bahwa pembenahan mesti dilakukan sejak tahapan pengelolaan permintaan PMI (job order) dari mitra usaha di negara tujuan penempatan oleh perwakilan RI. ”Ini merupakan titik krusial bagi keberhasilan proses perekrutan, penempatan, serta pelayanan dan pelindungan PMI selama bekerja di luar negeri,” kata Nyoman.
Menyadari pentingnya kerja sama dan koordinasi antar-instansi terkait pelindungan PMI, BPK belum lama ini menggelar workshop pembahasan bersama antar-kementerian/lembaga. Pembahasan salah satunya berkenaan dengan mekanisme pengelolaan job order oleh Perwakilan RI serta pertukaran dan pemanfaatan data PMI melalui sistem informasi yang terintegrasi.
Workshop berlangsung di Kantor Pusat BPK RI di Jakarta. Selain dihadiri pejabat struktural dan fungsional di lingkungan BPK, kegiatan ini diikuti oleh sejumlah pejabat struktural di lingkungan Kementerian Luar Negeri termasuk Perwakilan RI, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Nyoman menambahkan, pelayanan dan pelindungan oleh Perwakilan RI terhadap PMI yang bekerja di luar negeri perlu didukung dengan data PMI yang memadai. Data tersebut berasal dari kementerian atau lembaga terkait melalui sistem informasi yang terintegrasi.
”Workshop yang diikuti oleh pejabat lintas sektoral penting untuk menghasilkan rekomendasi yang mendukung upaya Pemerintah Republik Indonesia dalam memperbaiki tata kelola serta meningkatkan kualitas perlindungan terhadap PMI di luar negeri,” ujar Nyoman.
Nyoman menjelaskan, dari workshop yang diikuti lima pihak tersebut, telah ditandatangani kesepakatan bersama mengenai mekanisme pengelolaan permintaan PMI oleh Perwakilan RI di luar negeri, serta pertukaran dan pemanfaatan data PMI melalui sistem informasi yang terintegrasi.
Selain itu, berdasarkan rekomendasi yang disampaikan BPK, telah dihasilkan Rancangan Peraturan Presiden tentang Penguatan Tata Kelola Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. ”Rancangan Perpres tersebut saat ini sudah dalam tahap harmonisasi,” kata Nyoman.