JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan beberapa permasalahan signifikan terkait Belanja Optimasi Lahan Rawa serta Sarana Produksi Tahun 2019 dan Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian. Permasalahan pertama, pembayaran atas pengadaan benih tidak mempertimbangkan hasil pengujian mutu sebesar Rp4,1 miliar. Kemudian benih tidak dapat diidentifikasi penyalurannya sebesar Rp934,57 juta, dan terdapat putus kontrak yang tidak dapat dijelaskan senilai Rp14,93 miliar.
Permasalah kedua yaitu perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan kegiatan optimasi lahan rawa belum sepenuhnya sesuai ketentuan. Ketiga, pelaksanaan belanja penanganan pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian belum sepenuhnya sesuai ketentuan.
“Berdasarkan permasalahan signifikansi yang ditemukan dalam pemeriksaan tersebut, BPK memberikan kesimpulan bahwa Belanja Optimasi Lahan Rawa dan Sarana Produksi Tahun 2019 tidak sesuai dalam semua hal yang material dengan peraturan perundang-undangan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40.1/PERMENTAN/ RC.010/10/2018 tentang Pedoman Teknis Optimasi Lahan Rawa dan Pedoman Pengawasan Kegiatan Optimasi Lahan Rawa Mendukung Serasi Tahun Anggaran 2019,” tulis BPK dalam siaran persnya.
BPK melalui Auditorat Keuangan Negara (AKN) IV telah menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2020 kepada Kementerian Pertanian, secara virtual pada Kamis (1/4). Laporan tersebut adalah LHP dengan Tujuan Tertentu atas Belanja Optimasi Lahan Rawa serta Sarana Produksi Tahun 2019 dan Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Kementerian Pertanian. Kemudian LHP dengan Tujuan Tertentu atas Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2018, 2019, dan 2020 pada Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.
Penyerahan LHP dilakukan oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK Isma Yatun kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. “Pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang dilakukan BPK pada Semester II Tahun 2020 merupakan pemeriksaan kepatuhan yang bertujuan untuk menilai apakah hal pokok atau subject matter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai kriteria,” jelas Isma Yatun dalam sambutannya.
Dia menjelaskan, pemeriksaan atas Optimasi Lahan Rawa dan Sarana Produksi Tahun 2019 dan Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 bertujuan untuk menilai beberapa hal. Pertama, apakah pengelolaan belanja optimasi lahan dan saprodi tahun 2019 telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Kedua, menilai efektifitas, transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam kondisi darurat pandemi Covid-19.
Selanjutnya, BPK memberikan kesimpulan bahwa Belanja Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tanggal 31 Maret 2020 yang diikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/202 tanggal 18 April 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, kecuali atas hal-hal yang disampaikan pada permasalahan.
Sementara itu, pemeriksaan atas Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2018, 2019, dan 2020 bertujuan untuk menilai efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan kepatuhan dalam pengelolaan kegiatan peremajaan perkebunan kelapa sawit yang dibiayai dari dana BLU Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Meskipun begitu, BPK menemukan beberapa permasalahan signifikan. Permasalah itu antara lain, pertama, lahan peremajaan perkebunan sawit seluas 1.483,04 hektare (h)a dan 336 NIK pekebun tidak valid. Sehingga terdapat indikasi kelebihan pembayaran minimal sebesar Rp19,13 miliar dan potensi kelebihan pembayaran atas lahan seluas 717,91 ha.
Permasalahan kedua yaitu pengelolaan keuangan dana operasional dukungan kegiatan peremajaan perkebunan kelapa sawit tidak sesuai dengan Peraturan Pekerjaan Swakelola Tipe II. Sehingga penetapan alokasinya tidak terukur dan tidak dapat diperbandingkan dengan sasaran/output pelaksanaan kegiatan. Kemudian terjadi kekurangan penerimaan negara dari sektor pajak, kelebihan pembayaran atas penggunaan dana operasional yang tidak sesuai ketentuan, dan potensi kerugian negara atas bukti pertanggungjawaban yang tidak lengkap.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2018, 2019, dan 2020, BPK memberikan kesimpulan bahwa penetapan rekomendasi teknis, monitoring dan evaluasi serta pelaporan dan pertanggungjawaban dana swakelola/operasional pada kegiatan Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan tersebut yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84 Tahun 2017 tentang Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 7 Tahun 2019 juncto Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pengembangan SDM, Penelitian dan Peremajaan serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit, kecuali atas hal-hal yang disampaikan pada permasalahan.
Pada kesempatan tersebut, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara IV BPK juga berharap agar Menteri Pertanian beserta jajarannya agar dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam melaksanakan tugas. Dengan begitu pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan, terutama pada masa pandemi ini.
Selain itu juga dapat menyediakan dokumen digital, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan. Tujuannya, database tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pemeriksa BPK demi berjalannya pemeriksaan yang lancar, efisien, dan efektif serta berkualitas pada masa pandemi Covid-19 atau kondisi darurat lainnya.