JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mencatat beberapa permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Hal ini terkait dengan pemeriksaan terhadap Kinerja Efektivitas Penyediaan Rumah Susun Layak Huni dan Berkelanjutan Tahun 2018 sampai dengan Semester I tahun 2020. Kemudian, Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu atas Belanja Modal Tahun Anggaran 2019 dan 2020 (sampai dengan triwulan III) pada Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.
Pertama, terkait aspek dukungan sumber daya. BPK mencatat, kebijakan dan regulasi dari setiap level pemerintahan belum semua mendukung penyediaan rumah susun layak huni dan berkelanjutan serta pengimplementasian sumber pendanaan alternatif selain APBN dalam penyediaan rumah susun belum terlaksana sepenuhnya.
Kedua, terkait aspek kelembagaan dan tata laksana. Hal ini antara lain proses verifikasi permohonan/usulan bantuan pembangunan rumah susun sewa belum dilaksanakan secara cermat dan memastikan ketepatan sasaran sesuai tujuan program. Ketiga, aspek lingkungan pendukung. Hal ini antara lain koordinasi dalam upaya penyediaan lahan untuk pembangunan rumah susun dengan pihak terkait belum sepenuhnya dilaksanakan dan perizinan/administrasi dalam penyediaan rumah susun belum memadai.
“Kelemahan-kelemahan pada penyediaan rusun tersebut, apabila tidak segera dibenahi, dapat mempengaruhi efektivitas pemerintah dalam rangka penyediaan perumahan yang layak huni dan berkelanjutan, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tidak tercapainya target penyediaan rumah layak huni yang telah ditetapkan,” tulis BPK dalam siaran persnya.
Sebelumnya, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas kedua pemeriksaan tersebut telah disampaikan oleh Anggota IV BPK Isma Yatun kepada Menteri PUPR Mochamad Basuki Hadimoeljono pada Selasa (30/3).
Dari hasil pemeriksaan kinerja atas penyediaan perumahan yang layak huni dan berkelanjutan, BPK mencatat upaya dan capaian yang telah dilakukan Kementerian PUPR. Pertama, pendanaan APBN Tahun 2018 dan 2019 telah dilakukan penyerapan anggaran masing-masing mencapai 95,08% dan 90,51%.
Kedua, upaya pemenuhan terget pembangunan rusun telah melakukan identifikasi sumber pendanaan alternatif berupa KPBU bidang perumahan. Ketiga, mengimplementasikan fasilitas pembiayaan bantuan pemilikan rumah yang diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah melalui skema subsidi pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, subsidi selisih bunga, subsidi bantuan uang muka, dan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan.
BPK juga menyampaikan beberapa permasalahan signifikan pada hasil pemeriksaan tujuan tertentu atas pengelolaan sumber daya air oleh Ditjen SDA Kementerian PUPR. Pertama, perhitungan analisis harga satuan tidak sesuai kondisi riil, kuantitas dan kualitas hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak serta kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp11,88 miliar dan terdapat sisa material yang tidak terpasang sebesar Rp2,48 miliar atas pelaksanaan kegiatan belanja modal konstruksi yang telah selesai pada tahun 2019 dan 2020.
Kedua, perhitungan analisis harga satuan yang tidak sesuai kondisi riil, kuantitas dan kualitas hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak serta realisasi pembayaran termin melebihi prestasi pekerjaan sebesar Rp39,09 miliar + 584.474,66 dolar AS atas pelaksanaan kegiatan belanja modal konstruksi yang masih berlangsung pada tahun 2020 (s/d triwulan III).
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan atas pengelolaan sumber daya air, kecuali hal-hal yang dijelaskan dalam permasalahan signifikan tersebut, BPK menyimpulkan bahwa pelaksanaan belanja modal tahun anggaran 2019 dan 2020 (s/d triwulan III) pada Direktorat Jenderal SDA Kementerian PUPR di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat, telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang relevan sebagai pelaksanaan dari peraturan-peraturan tersebut dalam semua hal yang material.
Penyediaan perumahan, serta air minum dan sanitasi yang layak dan terjangkau yang diprioritaskan dalam rangka meningkatkan standar hidup masyarakat merupakan sasaran pembangunan nasional yang dicantumkan dalam RPJMN 2015-2019. Berdasarkan amanat dari RPJMN tahun 2015-2019 tersebut, maka ditetapkan sasaran umum terkait perumahan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat untuk bertempat tinggal yang layak dengan didukung prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai.
Penyediaan perumahaan juga menjadi prioritas utama pemerintah dalam RPJMN 2020-2024 dengan menetapkan pembangunan 1 Juta rumah susun perkotaan sebagai Proyek Prioritas Strategis (Major Project). Tujuan tersebut dijabarkan lebih rinci melalui Kementerian PUPR dengan sasaran strategis (SS) dan sasaran program (SP), yang salah satunya adalah, “Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan”.
Adapun sasaran program di antaranya meningkatnya penyediaan perumahan yang layak huni dan berkelanjutan. Hal ini selaras dengan SDG’s 11.1 yang memuat bahwa pada tahun 2030 terjamin “akses bagi semua warga terhadap perumahan yang layak, aman, terjangkau, termasuk penataan kawasan kumuh, serta akses terhadap pelayanan dasar perkotaan”. Selain itu, Kementerian PUPR juga melaksanakan pengelolaan sumber daya air, dalam hal ini dilakukan oleh Ditjen Sumber Daya Air (Ditjen SDA).