JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pemeriksa negara, terus mengawal agar anggaran subsidi listrik direalisasikan secara tepat jumlah, tepat sasaran, dan tepat waktu. Dengan begitu, tujuan subsidi puluhan triliun rupiah dapat benar-benar meringankan beban masyarakat yang kurang mampu dalam membayar tagihan listrik.
Auditor Utama Keuangan Negara VII R Aryo Seto Bomantari menjelaskan, pemeriksaan subsidi listrik yang dilaksanakan AKN VII merupakan pemeriksaan kepatuhan yang dlakukan untuk mendukung pemeriksaan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Karena pemeriksaan ini merupakan dukungan atas pemeriksaan LKBUN dan LKPP, pemeriksaan terinci dilaksanakan pada semester I dan pemeriksaan pendahuluan atau pemeriksaan tahap pertama dilaksanakan pada semester Il tahun sebelumnya. Pemeriksaan tersebut secara umum bertujuan menilai kesesuaian perhitungan subsidi listrik terhadap peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Penilaian ini akan menghasilkan nilai subsidi yang seharusnya dibayarkan pemerintah kepada badan usaha, dalam hal ini PLN. Selain itu, pemeriksaan juga dilakukan untuk menilai kepatuhan PLN terhadap Peraturan Pemerintahan Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, mulai dari usaha pembangkitan sampai dengan usaha penjualan tenaga listrik. Untuk itu, pemeriksa juga mengevaluasi pengendalian intern dan pelaksanaan good corporate governance di PT PLN.
Dalam menguji kesesuaian perhitungan subsidi listrik, BPK melakukan reviu dan koreksi atas komponen neraca energi, biaya, dan penjualan PLN. Salah satu kriteria yang digunakan untuk melakukan koreksi adalah Peraturan Menteri Keuangan tentang tata cara penyediaan, penghitungan, pembayaran, dan pertanggungjawaban subsidi listrik. “Hal ini untuk memastikan kewajaran nilai subsidi listrik yang dibayarkan pemerintah kepada PLN,” kata Aryo kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan, nilai subsidi listrik merupakan selisih antara biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik dengan penjualan (tarif) tenaga listrik pada PT PLN. Untuk itu, sasaran pemeriksaan meliputi hal-hal yang membentuk nilai BPP dan nilai penjualan PT PLN.
Dalam menguji BPP, BPK memastikan pengeluaran PLN yang dapat diperhitungkan dan yang tidak dapat diperhitungkan sebagai BPP. BPK juga memastikan jumlah tenaga listrik yang diproduksi dan dicatat dalam neraca energi untuk menghitung BPP per satuan tenaga listrik (kWh). Dalam menguji penjualan, BPK memastikan volume dan nilai rupiah tenaga listrik yang disalurkan kepada pelanggan. Hasil pengujian ini akan menghasilkan nilai wajar BPP maupun penjualan, yang mungkin saja nilainya sama dengan asersi PT PLN (Persero) ataukah berbeda dan memerlukan koreksi.
BPK lebih lanjut akan menentukan nilai subsidi listrik yang dapat dibayarkan pemerintah berdasarkan nilai BPP dan nilai penjualan yang telah diaudit. Sesuai ketentuan, subsidi listrik dibayarkan pemerintah secara bertahap sepanjang tahun berkenaan sesuai dengan asersi dan permintaan PLN.
“Hasil pemeriksaan BPK akan dijadikan dasar untuk menetapkan nilai final subsidi listrik dan mengakui utang/piutang sebagai selisih lebih/kurang subsidi listrik yang dibayarkan pemerintah,” ujar dia.
BPP dan penjualan yang menjadi dasar penghitungan nilai subsidi listrik hanya yang dialokasikan PLN pada pelanggan golongan tarif subsidi. Secara berkala sesuai ketentuan untuk golongan tarif nonsubsidi, PLN dapat mengajukan penyesuaian tarif yang lama kepada pemerintah untuk ditetapkan menjadi tarif yang baru.
Jika penyesuaian tarif tidak disetujui dan terdapat selisih penjualan antara tarif yang ditetapkan dengan tarif yang seharusnya, maka pemerintah dapat membayarkan dana kompensasi kepada PT PLN (Persero) sebesar selisih nilai penjualan tersebut. Sesuai ketentuan, dalam penugasan pemeriksaan subsidi listrik BPK juga melakukan pengujian terhadap perhitungan penyesuaian tarif nonsubsidi yang dilakukan oleh PLN dan nilai dana kompensasi yang dapat dibayarkan oleh pemerintah.