JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah berkomitmen untuk terus mempertahankan dan meningkatkan kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada tengah situasi sulit akibat pandemi Covid-19. Jokowi pun bersyukur karena LKPP Tahun 2020 meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Meski demikian, Presiden menegaskan WTP bukanlah tujuan akhir dari pengelolaan keuangan negara.
Hal tersebut disampaikan Presiden dalam acara Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP Tahun 2020 di Istana Negara, Jumat (25/6) pagi. Penyerahan LKPP dilakukan berbarengan dengan penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020.
Presiden pun memberikan apresiasi dan penghargaan kepada BPK karena telah melaksanakan pemeriksaan atas LKPP Tahun 2020 dengan tepat waktu, meskipun di tengah berbagai keterbatasan aktivitas dan mobilitas akibat pandemi. “Dan alhamdulillah opininya adalah wajar tanpa pengecualian. WTP merupakan pencapaian yang baik di tahun yang berat,” kata Presiden.
Presiden mengatakan, opini WTP atas LKPP 2020 merupakan WTP kelima yang diraih pemerintah berturut-turut sejak tahun 2016. “Namun, predikat WTP bukanlah tujuan akhir, karena kita ingin mempergunakan uang rakyat dengan sebaik-baiknya, dikelola dengan transparan dan akuntabel,” tegas Presiden.
Presiden juga ingin kualitas belanja pemerintah semakin baik dan semakin tepat sasaran. Selain itu, setiap rupiah yang dibelanjakan harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir. Indonesia masih berada dalam situasi yang extraordinary yang harus direspons dengan kebijakan yang cepat, tepat. “Juga membutuhkan kesamaan frekuensi di semua tataran lembaga negara, jajaran pemerintah pusat sampai pemerintah daerah,” ujar Presiden.
Sejak pandemi Covid-19 muncul di tahun 2020, kata Presiden, pemerintah sudah melakukan langkah-langkah extraordinary, termasuk dengan perubahan APBN. Pemerintah melakukan refocusing dan realokasi anggaran di seluruh jenjang pemerintahan dan memberi ruang relaksasi defisit APBN agar dapat diperlebar di atas tiga persen selama tiga tahun.
“Pelebaran defisit harus kita lakukan mengingat kebutuhan belanja negara makin meningkat untuk penanganan kesehatan dan perekonomian, pada saat pendapatan negara mengalami penurunan. Kita juga mendorong berbagai lembaga negara melakukan sharing the pain, menghadapi pandemi dengan semangat kebersamaan, menanggung beban bersama, seperti burden sharing yang dilakukan pemerintah bersama Bank Indonesia (BI).
Dengan berbagai respons kebijakan tersebut, Presiden mengaku bersyukur karena Indonesia mampu menangani peningkatan belanja kesehatan dan menjaga ekonomi Indonesia dari berbagai tekanan. Meskipun ekonomi sempat mengalami kontraksi dalam sebesar minus 5,32 persen pada kuartal II 2020, namun pada kuartal-kuartal selanjutnya kontraksi terus mengecil. “Ekonomi Indonesia tumbuh membaik, pada kuartal I-2021 kita berada di minus 0,74 persen,” ucap Presiden.