JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih memberikan perhatian khusus terhadap sisi belanja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR). Hal tersebut termuat dalam Laporan Keuangan Kementerian PUPR Tahun 2020.
Sisi belanja yang mendapat perhatian khusus BPK atas Laporan Keuangan Kementerian PUPR Tahun 2020 yaitu terjadi penurunan realisasi belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan sebesar 29,01% jika dibandingkan dengan 2019. Hal ini disebabkan refocusing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 yang akhirnya berdampak juga terhadap tertundanya penyelesaian pekerjaan ke Tahun anggaran 2021.
Hal ini antara lain terjadi di Ditjen Bina Marga dan Ditjen Perumahan. Sehingga secara keseluruhan saldo konstruksi dalam pengerjaan (KDP) naik Rp1,5 triliun atau 2,13%. Hal tersebut antara lain mengakibatkan permasalahan penatausahaan KDP belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai ketentuan. Paket pekerjaan yang telah selesai dan siap dikapitalisasi menjadi aset tetap masih tersaji dalam KDP karena kontraknya diperpanjang sampai tahun anggaran 2021.
Selain itu, masih terdapat kesalahan penganggaran belanja barang sebesar Rp5,08 miliar dan belanja modal sebesar Rp5,57 triliun. Catatan ini merupakan permasalahan berulang dari tahun- tahun sebelumnya dan telah diungkapkan dalam LHP Nomor 8C/LHP/XVII/05/2020 tanggal 20 Mei 2020.
Terkait Laporan Keuangan Kementerian PUPR Tahun 2020, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Laporan hasil pemeriksaan tersebut diserahkan oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK Isma Yatun dan diterima oleh Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, pada Kamis (5/8).
Dalam kesempatan yang sama, Isma juga menyerahkan LHP atas Belanja Subsidi Bunga Kredit Perumahan dan Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan untuk mendukung Pemeriksaan atas LKBUN Tahun 2020 pada Kementerian PUPR. Pemeriksaan tersebut dilaksanakan sebagai dukungan untuk menjadi pertimbangan dalam pemberian opini atas LK BUN.
Atas laporan tersebut, BPK menemukan realisasi belanja subsidi selisih bunga (SSB)/subsidi selisih margin (SSM) KPR tidak sesuai dengan ketentuan. Selain itu juga berindikasi tidak tepat sasaran dan sisa dana subsidi bantuan uang muka (SBUM) yang tersimpan dalam rekening pemerintah lainnya (RPL) dan rekening penampungan tidak tersalurkan kepada debitur.
Isma juga menyampaikan kembali, pasal 20 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara mengamanatkan bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil pemeriksaan. Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi laporan hasil pemeriksaan.
Jawaban atau penjelasan dimaksud disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. BPK pun mengharapkan peran aktif Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tindak lanjut tersebut sesuai dengan kewenangannya dengan menggunakan sistem aplikasi Sistem Informasi Pemantauan Tindak Lanjut (SIPTL).
“Kami mengingatkan kembali kepada Sekjen dan Irjen Kementerian PUPR untuk melakukan upaya-upaya tindak lanjut rekomendasi BPK secara maksimal agar LHP dapat memberikan manfaat untuk perbaikan pengelolaan keuangan negara,” jelas Isma.