BPK Dalami Penyebab Pemda ‘Belum Mandiri’

by Admin 1
Pemeriksaan BPK di daerah

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester II tahun ini menelisik lebih dalam mengenai kemandirian fiskal daerah. Hal ini dilakukan karena masih banyak pemda yang status kemandirian fiskalnya masih dalam kategori ‘Belum Mandiri’.

Seperti diketahui, BPK memotret ketahanan fiskal daerah dengan melakukan reviu atas Kemandirian Fiskal Tahun 2020. BPK menghitung Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) atas 503 dari total 542 pemerintah daerah. Hasil reviu tersebut menyatakan, sebagian besar pemerintah daerah atau sebanyak 443 pemda (88,07 persen) masih masuk ke dalam kategori ‘Belum Mandiri’.

Auditor Utama Keuangan Negara V BPK Akhsanul Khaq menyampaikan, berkaca dari hasil reviu tersebut, BPK menilai perlu melakukan pemeriksaan tematik lokal terhadap sejumlah pemerintah daerah untuk mengukur kinerja pengelolaan fiskalnya. “Pada semester II 2021 ini kita ingin melihat lebih jauh lagi. Apa penyebab suatu daerah itu Belum Mandiri?” ungkap Akhsanul kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

Akhsanul mengatakan, pemeriksaan tersebut akan melihat proses pemda dalam merancang APBD. Selain itu, pemeriksaan akan melihat proses intensifikasi maupun ekstensifikasi peningkatan PAD. “Pemeriksaan tematik lokal ini dilakukan di lingkungan AKN V dan AKN VI,” ujarnya.

Akhsanul mengatakan, IKF memang tidak mengukur korelasi langsung antara belanja pemerintah daerah dan tingkat PAD. Akan tetapi, dia menjelaskan, terjadi kecenderungan kenaikan belanja operasional pada pemda. Belanja operasional adalah belanja kegiatan sehari-hari pemda seperti belanja pegawai, belanja barang, dan belanja subsidi bantuan sosial. Sementara itu, tingkat belanja modal justru mengalami penurunan.

Padahal, ujar Akhsanul, belanja modal berpotensi menjadi pemicu peningkatan PAD pada masa yang akan datang. Dia mencontohkan, belanja modal dalam bentuk infrastruktur jalan menuju lokasi pariwisata diharapkan dapat mendukung peningkatan PAD.

Reviu yang dilakukan BPK juga menunjukkan adanya kesenjangan kemandirian fiskal antardaerah. Nilai IKF Papua Barat pada 2020 sebesar 0,0558. Artinya, peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Papua Barat dalam membiayai APBD hanya sebesar 5,58 persen. Sementara itu, nilai IKF DKI Jakarta mencapai 0,6365. Artinya, sebanyak 63,65 persen APBD DKI Jakarta telah dibiayai oleh PAD-nya sendiri.

Di tingkat kabupaten/kota juga terjadi kesenjangan kemandirian fiskal. Pada 2019 atau sebelum pandemi, Kabupaten Badung mampu meraih skor IKF 0,8347. Kabupaten Badung pun menjadi satu-satunya pemda yang masuk dalam kategori ‘sangat mandiri’ pada tahun tersebut. Sementara itu, Kabupaten Deiyai mendapatkan skor indeks 0,0031 dan artinya hanya 0,31 persen dari APBD-nya yang dibiayai dari PAD.

You may also like