JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai, kualitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih perlu ditingkatkan. Ada sejumlah hal yang perlu diperbaiki agar kualitas APBD meningkat, antara lain dalam hal perencanaan, penentuan prioritas belanja, hingga soal regulasi.
Auditor Utama Keuangan Negara V BPK Akhsanul Khaq mengatakan, hal tersebut terungkap dalam pemeriksaan tematik kinerja yang pernah dilakukan BPK atas efektivitas pengelolaan belanja daerah untuk meningkatkan pembangunan manusia pada 2016-2018. Pemeriksaan itu dilakukan terhadap 60 pemda dengan 12 ribu kegiatan senilai Rp 34,71 triliun.
Dari pemeriksaan tersebut, Akhsanul menyampaikan, kualitas belanja dalam APBD masih memerlukan perbaikan. Dia menyebut, terdapat permasalahan seperti pemda belum melakukan analisis ekonomi atas usulan program dan kegiatan. Kemudian, pemda belum melakukan seleksi program dan kegiatan sesuai dengan prioritas yang ditetapkan. “Pemda juga belum melakukan proyeksi biaya atas program dan kegiatan,” ujar Akhsanul kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.
Apabila dilihat lebih dalam lagi, terdapat permasalahan terkait regulasi PAD yang belum lengkap. Kemudian, pemda tidak memiliki sumber daya manusia (SDM) yang kompeten untuk melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak.
Akhsanul juga menyoroti, saat ini terdapat kecenderungan perencanaan penganggaran pendapatan daerah ditetapkan terlalu tinggi. “Ini berkaitan juga dengan pendataan, jadi tidak didasarkan pada data yang akurat dan realistis,” ujar Akhsanul.
Dengan postur pendapatan yang tinggi, maka tingkat belanja daerah pun akan ikut tinggi. Hal ini kemudian menimbulkan defisit karena realisasi pendapatan tidak setinggi tingkat belanja daerah. “Ini kemudian dibiayai dengan utang dan kalau terus membesar dan terakumulasi justru mengancam keberlanjutan pemda,” ujarnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, secara umum defisit anggaran terjadi pada banyak pemda. Sejak 2017 tren defisit pun tercatat meningkat. Pada 2017, akumulasi defisit APBD mencapai Rp 47 triliun. Sementara pada 2021 mencapai Rp 73,22 triliun.
Akhsanul mengakui ada pendapat yang menyebut belanja daerah dapat ikut mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, dia mengingatkan, apabila tingkat defisit APBD tidak dikendalikan, dalam waktu panjang bisa berpengaruh terhadap kesinambungan fiskal. “Sebagian APBD nantinya justru hanya untuk membayar utang,” ujarnya.