JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengemukakan beberapa permasalahan yang biasanya ditemui pada saat melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan Republik Indonesia (RI) di luar negeri. Hal yang paling jamak adalah terkait pertanggungjawaban kegiatan.
Auditor Utama Keuangan Negara (Tortama KN) I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Novy Gregory Antonius Pelenkahu menjelaskan, hal ini biasanya terjadi ketika antara kas dan pertanggungjawaban terdapat perbedaan. “Biasanya, ada keluar biaya untuk para diplomat. Akan tetapi karena sibuk, pertanggungjawabannya menjadi terlambat,” kata dia kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.
Novy melihat, memang ada beberapa perwakilan RI yang sangat sibuk karena menerima banyak kunjungan. Misalnya Belanda, London, Singapura, Los Angeles, dan New York. Karenanya, ketika BPK memeriksa ke lokasi, banyak pertanggungjawaban yang belum diinput lantaran waktu mereka tersedot untuk melakukan pelayanan kepada warga negara di sana.
Permasalahan selanjutnya, kata dia, yaitu terkait biaya tunjangan yang macam-macam untuk diplomat. Dalam hal ini, yang biasa terjadi adalah tunjangan yang dibayar melebihi ketentuan.
Novy menjelaskan, temuan lainnya yaitu terkait dengan pinjaman. Ini terjadi misalnya ketika pegawai baru di negara penempatan dan mereka butuh tempat untuk tinggal serta sekolah anak. Untuk itu, mereka mengambil pinjaman.
“Ada juga masalah selisih kurs. Di mana pun penempatan diplomat, mata uang yang dikeluarkan dari Indonesia itu adalah dolar AS. Karenanya, ketika negara penempatannya memiliki mata uang berbeda bisa menimbulkan masalah lantaran ada pencatatan selisih kurs,” papar dia.
BPK melakukan pemeriksaan terhadap perwakilan RI di luar negeri yang berada di bawah koordinasi Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Pemeriksan ini dilakukan sesuai tahap pemeriksaan di BPK. Tahapan dimulai dengan perencanaan berupa pengumpulan data di dalam negeri dan komunikasi dengan pihak diperiksa. Beberapa dokumen juga biasanya sudah diminta terlebih dulu.
“Jadi sudah memperoleh data. Baru kemudian kami ke sana untuk melihat. Memang berbeda jika hanya via Zoom saja dengan melihat data lengkap dan berdiskusi ke mana-mana,” kata Novy.
Berdasarkan data BPK, ujar Novy, ada sekitar 130 perwakilan Indonesia di luar negeri. Terdiri dari 94 Kedutaan Besar RI (KBRI), 3 Perutusan Tetap Republik Indonesia/PTRI (1 di Jenewa, 1 New York, 1 di ASEAN), 30 konsulat jenderal (KJRI), dan 4 konsulat RI.
Dia menjelaskan, karena merupakan pemeriksaan rutin, maka untuk memudahkan BPK pun membuat klaster kantor perwakilan berdasarkan risiko. Ini mengingat keterbatasan sehingga tidak memungkinkan untuk mengunjungi 130 perwakilan yang ada di dalam kurun waktu satu tahun.