JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Indonesia mendapatkan dana hibah dari berbagai lembaga donor yang diperuntukkan bagi program di sejumlah sektor. Salah satu dana hibah itu berasal dari Asian Development Bank (ADB) yang digunakan untuk Forest Investment Program (FIP).
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga pemeriksa negara turut mengawal dana hibah tersebut melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang sudah dilakukan, antara lain, pemeriksaan atas Laporan Keuangan Proyek Community Focused Investments to Address Deforestation and Forest Degradation (Proyek FIP-I) Grant ADB Nomor 0501-INO Tahun 2020. Tujuan pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian Laporan Keuangan dengan memperhatikan tiga hal.
Pertama, penilaian atas sistem pengendalian intern dan kesesuaiannya dengan standar akuntansi yang berlaku umum berkaitan dengan pengeluaran dan transaksi lainnya. Kedua, penilaian atas kepatuhan pelaksanaan proyek dengan perjanjian hibah dan ketentuan yang ditetapkan oleh ADB. Ketiga, penilaian atas kecukupan bukti yang mendukung pelaksanaan prosedur pencairan dana.
Entitas yang diperiksa adalah Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) sebagai executing agency proyek tersebut. Pemeriksaan itu telah dilakukan pada 17 Mei-18 Juni 2021. “Menurut opini BPK, laporan keuangan yang disampaikan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material,” demikian disampaikan BPK dalam LHP atas Laporan Keuangan Proyek Community Focused Investments to Address Deforestation and Forest Degradation (Proyek FIP-I) Grant ADB Nomor 0501-INO Tahun 2020.
Adapun untuk memperoleh keyakinan yang memadai atas kewajaran laporan keuangan tersebut, BPK juga melakukan pemeriksaan terhadap sistem pengendalian intern (SPI) dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. “Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, BPK menyimpulkan bahwa Ditjen PSKL Kementerian LHK selaku Executing Agency telah menggunakan dana hibah Proyek FIP-I sesuai dengan ketentuan dalam Grant Agreement Nomor 0501-INO Section 4.02 dalam semua hal yang material.”
Berdasarkan Laporan Keuangan yang disampaikan Ditjen PSKL KLHK, proyek ini dilatarbelakangi permasalahan deforestasi, degradasi hutan dan dekomposisi gambut yang menyumbang hingga 15 persen emisi gas rumah kaca (GRK) secara global dan hingga 60 persen di Indonesia. Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan cadangan karbon hutan (REDD+) sangat penting untuk mengatasi perubahan iklim.
Karena hutan mencakup 70 persen dari luas daratan Indonesia, Pemerintah Indonesia memberikan komitmen kontribusi yang ditentukan secara nasional (INDC-Indonesia’s Nationally Determined Contribution) untuk mengurangi emisi GRK. Indonesia berencana mengurangi emisi GRK sebesar 29 persen dari anggaran APBN pada tahun 2030 dan sebesar 41 persen dengan dukungan anggaran internasional yang hal ini hanya dapat dicapai dengan melindungi hutan dari degradasi dan deforestasi (REDD+).
Proyek FIP-I ini merupakan bagian dari rencana investasi kehutanan Indonesia yang didukung Asian Development Bank (ADB) dalam mengatasi penyebab deforestasi dan degradasi hutan. Proyek ini berinvestasi dalam kegiatan REDD+ yang berfokus pada masyarakat, misalnya perencanaan penggunaan lahan berbasis masyarakat, pengelolaan hutan berbasis masyarakat, dan manajemen kebakaran hutan.
Melalui proyek ini, empat unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di dua kabupaten (Kapuas Hulu dan Sintang), Provinsi Kalimantan Barat kapasitasnya diperkuat. Penguatan kapasitas KPH, pemerintah kabupaten dan provinsi, antara lain diwujudkan dalam pemberian dukungan untuk menyelaraskan kebijakan subnasional untuk peningkatan cadangan karbon dengan kebijakan nasional dan pengaturan pembagian manfaat yang adil serta responsif gender.