Seperti Apa Mutasi Pegawai di Lingkungan Kemenkeu?

by Admin 1
Gedung Kementerian Keuangan/Kemenkeu (Sumber: kemenkeu.go.id)

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Pengelolaan mutasi pegawai telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang kemudian direvisi menjadi PP Nomor 17 Tahun 2020. Aturan itu kemudian menjadi panduan secara nasional bagi seluruh kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah.

Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Keuangan Rukijo mengatakan, pada dasarnya, pola mutasi di Kemenkeu sama dengan kementerian lain. Sebuah mutasi atau rotasi pegawai didasarkan kepada kebutuhan organisasi. “Hal itu tecermin dari kebutuhan masing-masing unit atau jabatan,” ujar Rukijo kepada Warta Pemeriksa, belum lama ini.

“Seperti halnya BPK, Kemenkeu juga merupakan organisasi pemerintahan yang besar dengan kantor pusat di Jakarta dan memiliki kantor atau unit kerja di daerah. Dalam praktiknya, beberapa jabatan setara pun ada di pusat dan daerah. Contohnya, pejabat eselon II ada di kantor pusat dan ada pula di daerah.”

Dalam penetapan mutasi, beberapa faktor menjadi pertimbangan, antara lain durasi seseorang atau pejabat menempati posisi jabatan tersebut. Apabila dinilai sudah terlalu lama maka perlu dilakukan mutasi agar ada penyegaran.

Mutasi juga dilakukan untuk memastikan pengisian jabatan-jabatan yang kosong dalam suatu unit kerja. Mutasi bisa dilakukan di level pelaksana eselon IV hingga eselon I, termasuk pejabat fungsional.

“Artinya, pada saat beberapa jabatan tadi memerlukan orang yang memiliki keahlian dan pengalaman tertentu maka akan dilakukan mutasi untuk diisi dengan orang yang kompeten,” kata Rukijo.

Salah satu alasan mutasi dilakukan adalah peningkatan kualitas SDM. Setiap pegawai dan pejabat itu harus memiliki pengayaan pengalaman, memiliki kompetensi yang semakin meningkat, memberikan inspirasi, dan mendorong suatu perubahan atau inovasi baru.

Sehingga, dalam rangka untuk mengadakan pengayaan pengalaman dan kompetensi serta untuk mendorong inovasi atau inisiatif baru yang bisa meningkatkan kinerja unit maka perlu dilakukan mutasi. Dalam kebijakan mutasi atau rotasi pegawai telah dibuat pedoman untuk memenuhi kebutuhan organisasi dilakukan secara serentak dua kali dalam setahun.

Namun, ujarnya tidak berarti semua unit harus melakukannya dua kali dalam setahun. “Hal itu tergantung kebutuhannya,” ungkap Rukijo.

Sebelum dilakukan mutasi juga dilakukan pemetaan menyeluruh terhadap kebutuhan jabatan yang perlu diisi. Hal itu juga berlaku untuk unit di pusat maupun vertikal atau di daerah.

Rukijo mengatakan, berdasarkan aturan, mutasi bisa dilakukan minimal dua tahun dan maksimal lima tahun menjabat. Sehingga, apabila seorang pegawai sudah masuk dalam rentang itu bisa dilaksanakan mutasi.

Meski begitu, dia menjelaskan, bukan berarti semua pejabat yang sudah ada dalam rentang waktu itu dimutasi sekaligus. Mutasi dapat dilaksanakan dalam beberapa periode sehingga tidak mengganggu pola kerja dan kesinambungan mekanisme kerja.

“Selain itu, mutasi pegawai juga membutuhkan adaptasi sehingga butuh waktu untuk tune in,” ujarnya.

Secara umum, ujar Rukijo, tidak ada pengecualian terhadap pegawai untuk dimutasi. Akan tetapi, ada beberapa jabatan atau pekerjaan tertentu yang memang tidak bisa ditinggalkan oleh pejabat lama karena masih dalam proses finalisasi atau penyelesaian. Misalnya, terkait menyelesaikan rancangan undang-undang (RUU).

“Kalau dia sudah menyusun RUU 75 persen, kalau nanti diisi orang baru maka sisanya berpotensi terkendala. Maka pekerjaan itu bisa dituntaskan terlebih dahulu baru kemudian dilaksanakan mutasi,” kata Rukijo.

Ada juga jenis pekerjaan tertentu yang mutasinya tidak bisa dilaksanakan secara serentak. Misalnya, pengembangan TI atau sistem aplikasi. Ada beberapa jenis pekerjaan yang memerlukan spesialisasi tertentu dari seorang pegawai dan yang punya spesialisasi itu masih terbatas. Untuk hal itu, pola mutasi tidak dilakukan seperti reguler.

“Untuk hal seperti ini, jumlahnya tidak banyak. Ini bukan bentuk pengecualian tapi penyesuaian dengan kebutuhan organisasi,” ujarnya.

Seperti halnya BPK, Kemenkeu juga merupakan organisasi pemerintahan yang besar dengan kantor pusat di Jakarta dan memiliki kantor atau unit kerja di daerah. Dalam praktiknya, beberapa jabatan setara pun ada di pusat dan daerah. Contohnya, pejabat eselon II ada di kantor pusat dan ada pula di daerah.

Dengan hal itu, pola mutasi pun bisa dilakukan dari pusat ke daerah dan dari daerah ke pusat. Proses perpindahan dari suatu lokasi ke lokasi lain diberikan semacam transisi untuk persiapan. Hal ini karena pegawai juga perlu mempersiapkan sejumlah hal seperti mempersiapkan pemindahan anggota keluarga. “Ada juga masa pembekalan supaya dia bisa lebih cepat tune in,” ujarnya.

Selain itu, mutasi juga diupayakan dilakukan pada masa tahun ajaran baru atau libur sekolah. Ini karena proses mutasi tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan unit tapi juga aspek keluarga pegawai.

You may also like