JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melaksanakan pemeriksaan kinerja terkait efektivitas pemerintah dalam menerapkan transportasi perkotaan berkelanjutan tahun anggaran (TA) 2019 sampai semester I 2021 di wilayah Jabodetabek. Pemeriksaan dilaksanakan di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan instansi terkait lainnya di DKI Jakarta.
Dikutip dari laporan hasil pemeriksaan, BPK mencatat, dalam rangka mendukung pelaksanaan program transportasi berkelanjutan, Kemenhub telah menjalankan beberapa upaya. Hal itu antara lain pembentukan unit kerja yang bertanggung jawab untuk melaksanakan koordinasi, pemantauan, dan pelaporan atas kegiatan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Transportasi.
Selain itu, melaksanakan penyusunan regulasi yang mengatur integrasi transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek. Kemudian, melaksanakan kegiatan untuk mendukung program pemanfaatan energi terbarukan di sektor transportasi, antara lain pengujian tipe fisik kendaraan bermotor listrik disertai penyediaan fasilitas dan peralatan pengujian serta tenaga penguji yang memiliki kompetensi dan penerbitan surat registrasi kendaraan bermotor listrik.
Hasil pemeriksaan menyimpulkan, terdapat permasalahan yang apabila tidak segera diatasi maka dapat memengaruhi pencapaian target nasional yang telah ditetapkan dalam mengelola program transportasi berkelanjutan. Terutama yang berkaitan dengan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sektor transportasi, pengintegrasian transportasi perkotaan wilayah Jabodetabek, dan pelaksanaan upaya konservasi energi sektor transportasi.
Permasalahan tersebut antara lain, Kemenhub belum sepenuhnya efektif dalam pelaksanaan kegiatan penurunan emisi GRK di sektor transportasi. Hal ini terlihat antara lain dari regulasi terkait dengan pengurangan emisi GRK di sektor transportasi yang belum lengkap dan regulasi yang ada belum dilaksanakan secara optimal.
Target penurunan emisi GRK pada sektor transportasi yang ditetapkan dalam Renstra Kemenhub 2020-2024 belum didukung oleh peraturan pelaksana sehingga implementasi kegiatannya kurang terukur dibandingkan sebelumnya yang telah didukung dengan peraturan. Selain itu, belum terdapat standard operating procedures (SOP) atau petunjuk teknis (juknis) serta petunjuk pelaksanaan (juklak) dalam hal pembagian, koordinasi, pemantauan rencana aksi, dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan aktivitas penurunan emisi GRK sektor transportasi.
“BPK merekomendasikan kepada Menteri Perhubungan agar mengoptimalkan peran BPTJ sebagai fungsi koordinator penyusunan rencana aksi, pemantauan dan evaluasi. Kemenhub belum sepenuhnya berkontribusi terhadap upaya konservasi energi di sektor transportasi. Hal tersebut terlihat pada Kemenhub yang belum memiliki rencana aksi untuk mendukung program pemanfaatan energi terbarukan di sektor transportasi.”
Hal ini mengakibatkan perencanaan, target, formulasi, pemantauan dan evaluasi dalam kegiatan penurunan GRK sektor transportasi pada Kemenhub tidak memiliki standar yang sama. BPK merekomendasikan kepada Menteri Perhubungan agar menyusun peraturan pelaksana rencana aksi nasional penurunan emisi GRK sektor transportasi tahun 2021.
Kemenhub belum efektif dalam melaksanakan integrasi transportasi perkotaan di wilayah Jabodetabek. Kemenhub telah menetapkan regulasi terkait dengan integrasi moda transportasi umum di wilayah Jabodetabek yang tertuang dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ). Namun demikian, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat beberapa permasalahan terkait dengan pelaksanaan RITJ, di antaranya pelaksanaan kegiatan belum sesuai target.
Terdapat program yang seharusnya sudah diselesaikan pada tahun 2019 (tahap I) ataupun tahun 2020, namun sampai pada saat pemeriksaan, program tersebut masih belum selesai dan/atau belum dilaksanakan. Selain itu, terdapat program atau strategi dalam RITJ yang tidak dapat dilaksanakan dan juga belum ditemukan dokumen resmi atau aturan yang menyatakan pembagian fungsi koordinasi dari setiap program yang terdapat pada RITJ.
Fungsi koordinasi dari program tersebut hanya dilaksanakan berdasarkan asumsi dari tugas pokok dan fungsi yang dianggap tepat dengan direktorat teknis terkait. Akibatnya, pelaksanaan RITJ tidak dapat diukur pencapaiannya, serta terdapat perbedaan tolok ukur pelaksanaan RITJ antara Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) selaku yang menjalankan fungsi koordinasi, monitoring, dan evaluasi dengan stakeholder lainnya sebagai pelaksana.
BPK merekomendasikan kepada Menteri Perhubungan agar mengoptimalkan peran BPTJ sebagai fungsi koordinator penyusunan rencana aksi, pemantauan dan evaluasi. Kemenhub belum sepenuhnya berkontribusi terhadap upaya konservasi energi di sektor transportasi. Hal tersebut terlihat pada Kemenhub yang belum memiliki rencana aksi untuk mendukung program pemanfaatan energi terbarukan di sektor transportasi.
Dalam rangka mendukung percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) telah menyusun rencana dan upaya untuk menghadapi tantangan yang ada dengan menyusun draf peta jalan transformasi KBLBB sebagai kendaraan operasional pemerintahan dan transportasi umum, serta menyusun upaya tindak lanjutnya.
Namun, hal ini masih dalam pembahasan sehingga sampai pemeriksaan berakhir, Kemenhub belum menetapkan atau menyerahkan peta jalan KBLBB sebagai kendaraan operasional pemerintahan dan transportasi umum kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sebagai Ketua Tim Koordinasi Percepatan Program KBLBB. Akibatnya, pelaksanaan pemanfaatan energi baru terbarukan pada kendaraan operasional pemerintahan dan kendaraan umum tidak dapat berjalan optimal.
BPK merekomendasikan kepada Menteri Perhubungan agar menyusun peta jalan penggunaan KBLBB sebagai kendaraan operasional pemerintahan dan transportasi umum.
Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan BPK atas kinerja transportasi perkotaan berkelanjutan di wilayah Jabodetabek pada Kemenhub mengungkapkan enam temuan yang memuat enam permasalahan ketidakefektifan.