Data Kualitas Air Minum tidak Seragam, Ini Rekomendasi BPK untuk Kemenkes

by Admin 1

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Pada semester II 2022, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan prioritas nasional (PN) terkait penguatan infrastruktur. Salah satunya terkait penyediaan akses air minum dan sanitasi yang layak dan aman.

Salah satu agenda RPJMN 2020-2024 adalah penyediaan akses air minum yang layak dan aman. Targetnya, sampai dengan tahun 2024 sebesar 100 persen penduduk telah mengakses air minum layak, sebanyak 30 persen penduduk telah mengakses air minum perpipaan, dan sebanyak 15 persen penduduk telah mengakses air minum aman. Hal tersebut juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) keenam yaitu menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.

Untuk mendorong pelaksanaan agenda pembangunan nasional tersebut, BPK melakukan pemeriksaan kinerja atas efektivitas upaya pemerintah dalam penyediaan akses air minum yang layak dan aman pada sejumlah objek pemeriksaan (obrik). Termasuk di antaranya obrik pemerintah pusat yakni Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Dikutip dari IHPS II 2022, BPK mencatat, Kemenkes telah melakukan sejumlah upaya. Hal itu yakni Kemenkes telah mendukung perencanaan, pemenuhan, dan pendayagunaan tenaga sanitasi lingkungan melalui penugasan khusus tenaga kesehatan melalui Program Nusantara Sehat. Selain itu, Kemenkes telah mengusulkan alokasi anggaran dan menetapkan menu kegiatan dana alokasi khusus (DAK) fisik bidang kesehatan dan DAK nonfisik bidang kesehatan untuk kegiatan pengawasan kualitas air minum dan penyelenggaraan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) bagi pemda dalam petunjuk teknis.

“Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan agar Menteri Kesehatan berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk mendorong penyelesaian rancangan permenkes sebagai peraturan pelaksanaan PP Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. “

Meski demikian, hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan sejumlah temuan yang memuat permasalahan. Misalnya saja, Kemenkes belum menyusun regulasi dan kebijakan teknis terkait pengawasan kualitas air minum secara memadai. Regulasi dan kebijakan teknis yang ditetapkan juga belum selaras dengan peraturan lainnya dan belum sepenuhnya disusun secara lengkap dan jelas. Akibatnya, terjadi ketidakseragaman dalam pelaksanaan dan pelaporan data capaian pengawasan kualitas air minum.

Kemenkes juga belum memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan STBM pilar 1 stop buang air besar sembarangan secara memadai. Yaitu dalam melakukan evaluasi melalui analisis data dan informasi capaian desa/kelurahan stop buang air besar sembarangan yang disampaikan oleh seluruh provinsi. Akibatnya, terdapat potensi kesalahan dalam mengambil kebijakan atas hasil analisis menggunakan data yang tidak valid.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan agar Menteri Kesehatan berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk mendorong penyelesaian rancangan permenkes sebagai peraturan pelaksanaan PP Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Rancangan ini meliputi kewajiban pemda untuk melakukan penyelesaian tindak lanjut atas hasil pengawasan kualitas air minum, sanksi bagi penyelenggara air minum, serta koordinasi dengan kementerian/lembaga (K/L) dalam penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan kualitas air minum.

Kemudian, merevisi Permenkes Nomor 3 Tahun 2014 terkait mekanisme pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi capaian STBM yang memuat tahapan pelaporan per jenjang, pihak yang terlibat dalam pelaporan, tanggung jawab dan kewenangan validasi data, dan periode pelaporan.

You may also like