Oleh: Meri Oktorita, Pranata Hubungan Masyarakat Muda pada BPK Perwakilan Prov. Sumatera Barat
Laporan keuangan pemerintah daerah menggambarkan kondisi keuangan dan memberikan ukuran kinerja sebuah pemerintah daerah. Ini bisa menunjukkan apakah keuangan pemerintah daerah tersebut berada dalam keadaan yang sehat atau tidak. Laporan keuangan juga merupakan cara bagi pemerintah daerah untuk bertanggung jawab kepada masyarakat atas pengelolaan keuangan daerah yang telah dipercayakan kepada mereka.
Untuk menjamin tercapainya good government dan clean government, pemeriksaan terhadap keuangan negara yang meliputi evaluasi terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan diperlukan. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, BPK memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan tersebut.
Di antara ketiga jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan BPK, pemeriksaan laporan keuangan merupakan jenis pemeriksaan yang bersifat mandatory, sehingga harus dilaksanakan secara teratur setiap tahun di setiap pemerintah daerah. Karena pemeriksaan ini menghasilkan opini, maka pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah mendapatkan perhatian lebih besar dari pemerintah daerah, media, dan masyarakat dibandingkan dengan jenis pemeriksaan lainnya. Bagi pemerintah daerah, opini yang diberikan oleh BPK merupakan evaluasi atas kinerja mereka selama satu tahun anggaran.
Namun, apakah yang terbayang bagi anda ketika mendengar Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah? Mungkin anda akan mengatakan bahwa memeriksa bukti Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dengan prosedur yang biasa dilakukan yaitu tracing dan vouching. Anda mungkin telah sering mendengar istilah tersebut. Sebelum ke pembahasan selanjutnya, ada baiknya kita singgung sedikit definisi tracing dan vouching. Prosedur tracing, adalah prosedur pengujian dengan cara menelusur dari bukti transaksi ke bukti pembukuan. Prosedur vouching, adalah prosedur pengujian dengan cara menelusur dari bukti pembukuan ke bukti transaksi. Kedua teknik tersebut bermuara pada jurnal koreksi.
Namun, hal tersebut merupakan bagian kecil dari pemeriksaan laporan keuangan. Selain teknik pemeriksaan di atas ada tahapan pemeriksaan yang harus pemeriksa lalui ketika melakukan pemeriksaan. Untuk tidak berlama-lama mari kita bahas secara mendetil.
Pemeriksaan laporan keuangan, hasil akhirnya berupa opini atas Laporan Keuangan entitas yang diperiksa. Pemeriksaan Laporan Keuangan biasanya diawali dengan pemahaman entitas yang diperiksa. Adapun pemahaman entitas dapat dilakukan dengan mewawancarai auditee, menyebar kuisioner, atau dengan membaca produk hukum yang dihasilkan oleh entitas tersebut. Perlu anda ketahui bahwa Produk Hukum Daerah antara lain Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Peraturan Bersama Kepala Daerah, Keputusan Bersama Kepala Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan Instruksi Kepala Daerah dalam rangka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selanjutnya kita dapat memasuki tahapan berikutnya memeriksa SPJ entitas yang diperiksa. Selain menggunakan Teknik Sampling, Profesional Judgement juga sangat dibutuhkan dalam melihat sampel SPJ karena tidak mungkin kita memeriksa populasi dalam waktu lebih kurang satu bulan.
Menurut Setiawan (2005), sampling adalah proses pengambilan atau seleksi sejumlah n elemen atau objek dari populasi yang berukuran N. Biasanya, teknik yang digunakan pemeriksa adalah stratified random sampling, di mana populasi dibagi menjadi sub-populasi atau strata, dengan tujuan membentuk kelompok-kelompok yang homogen dalam hal nilai variabel tertentu. Dari setiap strata tersebut, sampel dipilih secara acak melalui proses simple random sampling.
Professional judgment adalah penggunaan pengetahuan dan pengalaman yang sesuai dalam bidang auditing, akuntansi, dan standar etika untuk membuat keputusan yang sesuai dalam berbagai situasi selama proses pemeriksaan. Ini melibatkan kemampuan personal yang mencakup kemampuan untuk membuat keputusan yang baik dalam konteks tertentu. Meskipun setiap pemeriksa dapat memiliki pendapat yang berbeda, pelatihan dan pengalaman bertujuan untuk menghasilkan konsistensi dalam penggunaan judgment. Kesesuaian judgment yang dilakukan oleh pemeriksa sangat memengaruhi kualitas hasil pemeriksaan dan opini yang diberikan. Selain itu, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap profesi pemeriksa juga bergantung pada kemampuan pemeriksa untuk membuat judgment yang tepat dan akurat.
Disamping itu, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 17 menyatakan bahwa Penyerahan LHP atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah, disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah BPK menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat/daerah. Waktu yang singkat dan personel yang terbatas, hal itulah yang mengobrak-abrik kemampuan pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya. Pemeriksa harus mengeluarkan berbagai keahlian dalam satu waktu.
Untuk memeriksa sebuah akun belanja modal seperti pembangunan jalan dan jembatan, pemeriksa harus melakukan Teknik Sampling dan Profesional Judgement untuk memilih sampel dari populasi paket pekerjaan. Kemudian dilanjutkan dengan cek fisik lapangan dengan menge-core jalanan yang dilakukan bersama tenaga ahli, disaksikan PPK/PPTK dan pihak ketiga. Hal tersebut mungkin bukan perkara mudah karena target waktu yang dikejar.
Teknik cek fisik lapangan juga sering dilakukan pada saat memeriksa aset seperti persediaan, rumah dinas dan kendaraan dinas. Biasanya dilakukan untuk melihat apakah aset yang dicatat sesuai spek dan jumlah dengan aset yang ada.
Contoh selanjutnya, ketika memeriksa belanja bantuan sosial (bansos) atau hibah. Selain melihat kelengkapan bukti audit, pemeriksa harus mengkonfirmasi kepada pihak yang menerima hibah atau bansos dan jika ada fisik yang dibangun maka harus dilakukan cek fisik apakah bangunan telah selesai sampai tahun anggaran berakhir.
Selain tahapan di atas, ada satu lagi teknik pemeriksaan yang sering dilakukan seorang pemeriksa yaitu wawancara. Wawancara adalah proses komunikasi dua arah antara dua atau lebih individu, di mana satu pihak (pewawancara) bertanya dan mendapatkan informasi dari pihak lain (responden atau narasumber) dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang suatu topik, memperoleh informasi spesifik, atau memecahkan masalah. Wawancara dapat dilakukan dalam berbagai konteks, baik formal maupun informal, dan dapat melibatkan berbagai jenis pertanyaan, mulai dari pertanyaan terbuka hingga pertanyaan tertutup, sesuai dengan tujuan dan kebutuhan komunikasi.
Secara umum, proses wawancara melibatkan persiapan sebelumnya, yaitu merencanakan pertanyaan yang akan diajukan berdasarkan tujuan dan konteks wawancara, kemudian menyampaikan pertanyaan secara sistematis kepada narasumber, mendengarkan dengan saksama tanggapan narasumber, dan menggali lebih dalam jika diperlukan. Wawancara sering kali mencakup interaksi verbal, tetapi juga dapat melibatkan bahasa tubuh dan ekspresi non-verbal lainnya. Seorang pemeriksa akan mewawancarai pejabat terkait, misalnya bendahara untuk menilai apakah realisasi telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Akhirnya, kita berharap pemerintah daerah yang good government dan clean government dapat terwujud dengan adanya Pemeriksaan Laporan Keuangan. Pemeriksaan Laporan Keuangan yang dilaksanakan setiap tahun, menuntut komitmen yang tinggi Pemerintah Daerah untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus dalam mengelola keuangan daerah. Semoga.
Referensi:
Jurnal
Budiman, Rizal Y., Sondakh, Julie J., Pontoh, Winston. 2015. Pelaksanaan Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah oleh Anggota Tim Yunior pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Riset Akuntansi , Vol. 10, No. 1.
Buku
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Nugraha, Setiawan. 2005. Teknik Sampling. Bogor: Departemen Pendidikan Nasional Inspektorat Jenderal.
Internet
https://bantuan.simpkb.id/books/panduan-pgp-asesor/ch03/3-wawancara.html, diakses tanggal 9 Februari 2024