Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sejumlah permasalahan dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Hal itu diungkap melalui pemeriksaan yang dirampungkan pada semester I 2023.
Pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara TA 2020-triwulan III 2022 dilaksanakan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta instansi terkait lainnya di Provinsi DKI Jakarta, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.
Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara TA 2020-triwulan III 2022 pada Kementerian ESDM, KLHK, serta instansi terkait lainnya dilaksanakan tidak sesuai dengan kriteria. Permasalahan signifikan yang ditemukan antara lain terdapat pelanggaran kontrak penjualan batu bara kebutuhan dalam negeri. Hal itu berupa kekurangan/keterlambatan pemenuhan pasokan kontrak kebutuhan batu bara dalam negeri untuk kelistrikan
umum oleh badan usaha pertambangan (BUP) serta pemegang izin pengangkutan dan penjualan (IPP) batu bara periode September 2021 sampai dengan triwulan III 2022, namun atas pelanggaran tersebut belum ditindaklanjuti dengan pengenaan sanksi administratif.
Hal ini mengakibatkan antara lain potensi denda pelanggaran yang belum dikenakan oleh Ditjen Minerba sebesar 1,44 miliar dolar AS.
Atas permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Menteri ESDM supaya menginstruksikan Dirjen Minerba antara lain agar melakukan klarifikasi terhadap kekurangan/keterlambatan pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri untuk kelistrikan umum kepada BUP serta pemegang IPP batu bara, dan menetapkan denda berdasarkan hasil klarifikasi.
Selain itu, BPK mengungkapkan, perhitungan realisasi kemajuan fisik fasilitas pemurnian PT FI tidak sesuai dengan ketentuan. Hal itu yakni laporan hasil verifikasi kemajuan fisik 6 bulanan sebelum adanya perubahan rencana pembangunan fasilitas pemurnian PT FI tidak menggunakan kurva S awal sebagai dasar verifikasi kemajuan fisik.
Hasil perhitungan persentase kemajuan fisik dibandingkan dengan rencana kumulatif menggunakan kurva S awal menunjukkan bahwa progres yang dicapai PT FI tidak mencapai 90 persen, sehingga memenuhi kriteria untuk
dikenakan denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam. BPK melakukan penghitungan potensi denda dengan menggunakan data realisasi penjualan ekspor PT FI dan diperoleh nilai potensi denda administratif keterlambatan sebesar 501,94 juta dolar AS. Hal ini mengakibatkan Negara berpotensi tidak segera memperoleh penerimaan denda administratif dari PT FI sebesar 501,94 juta dolar AS.
BPK merekomendasikan kepada Menteri ESDM menginstuksikan Dirjen Minerba untuk menetapkan kebijakan mengenai kejelasan formula perhitungan denda dan selanjutnya menghitung dan menetapkan potensi denda administratif sesuai ketentuan yang berlaku, serta segera menyampaikan penetapan denda administratifnya kepada PT FI dan menyetorkan ke kas negara.
Kemudian, terdapat temuan jaminan kesungguhan pembangunan fasilitas pemurnian minimal sebesar 100,07 juta dolar AS belum ditempatkan pada rekening bersama oleh 12 perusahaan dengan kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian per semester I 2022 di bawah 75 perusahaan. Akibatnya, potensi penerimaan kas negara atas jaminan kesungguhan pembangunan fasilitas pemurnian minimal sebesar 100,07 juta dolar AS tidak dapat direalisasikan.
BPK merekomendasikan Menteri ESDM menginstruksikan Dirjen Minerba untuk melakukan perhitungan kembali dan menempatkan jaminan kesungguhan serta menyetorkan ke kas negara apabila kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian tidak mencapai persentase yang ditentukan.
Selain itu, BPK mengungkapkan, pengelolaan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang pada Ditjen Minerba belum sesuai ketentuan. Hal itu antara lain nilai penetapan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang kurang dilaporkan sebesar Rp832,26 miliar dan 58,00 juta dolar AS serta jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang yang belum ditempatkan, telah kedaluwarsa, dan bukti penempatan jaminan tidak dalam penguasaan total sebesar Rp145,29 miliar dan 6,71 juta dolar AS.
Hal ini mengakibatkan potensi kehilangan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang yang ditempatkan sebesar
Rp832,26 miliar dan 58,00 juta dolar AS. Selain itu, negara tidak memiliki kepastian dana jaminan dari pemegang izin pertambangan yang tidak menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang serta berpotensi
menanggung kerusakan lingkungan sebesar Rp145,29 miliar dan 6,71 juta dolar AS.
BPK merekomendasikan Menteri ESDM agar menginstuksikan Dirjen Minerba supaya melakukan perhitungan ulang terkait
pencatatan nilai jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang serta menetapkan dan menagihkan perusahaan untuk menempatkan jaminan reklamasi dan pascatambang sebesar Rp832,26 miliar dan 58,00 juta dolar AS. Kemudian, menginventarisasi kekurangan dan memastikan penguasaan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang sebesar Rp145,29 miliar dan 6,71 juta dolar AS.
Secara keseluruhan hasil pemeriksaan atas pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara mengungkapkan 25 temuan yang memuat 48 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 24 kelemahan SPI dan 24 ketidakpatuhan sebesar Rp1,51 triliun dan 116,53 juta dolar AS atau total ekuivalen Rp3,26 triliun.