JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melaksanakan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu atas Pemberdayaan Industri Pertahanan pada Holding Industri Pertahanan, Anak Perusahaan dan Turunannya, serta instansi terkait lainnya di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Holding industri pertahanan atau disebut dengan nama DEFEND ID bertanggung jawab menyelenggarakan usaha di bidang pertahanan dan keamanan maupun non-industri pertahanan dalam rangka memenuhi kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) khususnya dalam negeri, meningkatkan daya saing, menciptakan sinergi, dan memperoleh keuntungan.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, BPK menyimpulkan bahwa pemberdayaan industri pertahanan pada DEFEND ID belum sepenuhnya sesuai dan memenuhi persyaratan ketentuan yang berlaku. BPK pun melihat bahwa pemerintah telah berupaya memberdayakan holding BUMN untuk melaksanakan amanat dari UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan antara lain melalui insentif fiskal, pembebasan bea masuk dan pajak, jaminan, pendanaan, dan/atau pembiayaan.
Akan tetapi, perhatian yang telah diberikan belum dapat memberikan kemandirian bagi DEFEND ID dalam menunjang operasional perusahaan secara berkelanjutan dan mewujudkan holding BUMN pertahanan yang maju, kuat, mandiri, dan berdaya saing.
“DEFEND ID membutuhkan dukungan skema pemesanan yang berkelanjutan atas produk-produk unggulan untuk mencapai status kematangan teknologi terbaik yang diinginkan dan combat-proven serta dukungan finansial dari pemerintah untuk merevitalisasi dan memodernisasi peralatan dan mesin yang pada umumnya telah obsolete,” ungkap BPK.
Dari pemeriksaan yang dilakukan pada semester I 2023 itu, BPK menyampaikan sejumlah capaian positif dari DEFEND ID. Salah satu capaian itu, antara lain, DEFEND ID telah melakukan kegiatan persiapan pembentukan holding, sosialisasi tata kelola, pembentukan council meeting dan diskusi tim integrasi serta antar leader holding, penjabaran dan penentuan threshold Surat Kuasa Khusus (SKK), penyusunan pedoman strategis tata kelola hubungan kerja, dan pembentukan forum direksi.
Meski terdapat capaian positif, BPK menemukan sejumlah permasalahan signifikan yang perlu mendapat perhatian. Hal itu yakni kemampuan DEFEND ID tidak memadai dalam mewujudkan holding pertahanan yang maju, kuat, mandiri, dan berdaya saing sebagaimana diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Hal tersebut dapat dilihat antara lain dari arus kas yang tidak sehat, penguasaan rantai pasok belum tercapai, kesiapan peralatan dan mesin belum memadai.
BPK juga mengungkapkan bahwa penyerapan produk industri pertahanan belum maksimal. Pasal 8 UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mewajibkan pengguna dalam hal ini Kementerian Pertahanan untuk menggunakan alpalhankam yang telah dapat diproduksi oleh industri pertahanan dalam negeri sehingga mendorong terwujudnya kemandirian industri pertahanan.
Akan tetapi, pesanan yang diterima DEFEND ID dari pemerintah terhadap produk-produk yang dihasilkan masih rendah. DEFEND ID membutuhkan kepastian pemesanan yang berkelanjutan dari pemerintah sehingga produk-produk unggulan yang dikembangkan secara mandiri dapat memperoleh tingkat teknologi yang diinginkan dan menjadi combatting proven.
Apabila kondisi ini terus berlanjut, akan terdapat risiko bahwa segala aset dan kekuatan yang saat ini dimiliki yang berasal dari puluhan tahun rangkaian proses konstruksi, perubahan, redefinisi dan rekonstruksi industri pertahanan di Indonesia menjadi tidak optimal pemanfaatannya dalam mencapai tujuan kemandirian negara.
BPK menyampaikan, pembentukan holding DEFEND ID bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaaran industri pertahanan yang profesional, efektif, efisien, terintegrasi, dan inovatif sesuai amanat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Akan tetapi, peran DEFEND ID selaku holding industri pertahanan belum berjalan sesuai harapan. Selama tahun 2022, PT Len Industri belum merepresentasikan diri sebagai induk dari DEFEND ID.