JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya permasalahan dalam pengembangan Vaksin Merah Putih. Akibat belum ada kejelasan formal atas keberlanjutan pengembangan vaksin tersebut, PT Bio Farma (Persero) terbebani senilai Rp9,13 miliar.
Hal itu diungkapkan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan pada PT Bio Farma (Persero).
Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan kegiatan pengembangan Vaksin Merah Putih menunjukkan bahwa keberlanjutan pengembangan vaksin tersebut tidak dapat dilanjutkan karena status keberlanjutannya berada di bawah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) setelah LBM Eijkman melebur ke BRIN.
Kondisi tersebut berpengaruh terhadap status pengembangan Vaksin Merah Putih di Bio Farma. Hal itu antara lain perlunya kepastian kelanjutan pengembangan Vaksin Merah Putih dengan mempertimbangkan saat ini Bio Farma telah memperoleh EUA Vaksin IndoVac pada tanggal 24 September 2022.
Kemudian, perlu ada kepastian aspek legal antara Bio Farma, BRIN, dan Eijkman atas seed yang dikembangkan berdasarkan perjanjian kerja sama antara Bio Farma dengan LBM Eijkman. Selain itu, perlu ada kepastian pembiayaan/anggaran uji praklinis dan uji klinis.
Sejumlah permasalahan tersebut mengakibatkan terjadinya risiko kerugian perusahaan sebesar Rp9,13 miliar.
Kondisi tersebut terjadi karena belum terdapat keputusan secara formal atas keberlanjutan peran Bio Farma dalam pengembangan lebih lanjut Vaksin Merah Putih.
Atas permasalahan tersebut, Direktur Utama Bio Farma menyatakan menerima temuan pemeriksaan BPK. Bio Farma secara aktif telah melakukan koordinasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait persiapan uji preklinis dan telah memberikan laporan progres pada beberapa pertemuan di internal Bio Farma maupun BRIN serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
BPK pun merekomendasikan kepada Direktur Utama Bio Farma agar menyerahkan keberlangsungan pengembangan Vaksin Merah Putih kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional.