JAKARTA, WARTA PEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah permasalahan belanja pada pemerintah daerah (pemda) dalam pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2023. Permasalahan itu terdapat pada puluhan pemda untuk belanja operasi dan belanja modal.
Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2024, terdapat permasalahan belanja operasi pada 33 pemda yang memengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan. BPK mengungkapkan bahwa realisasi belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja tidak terduga, belanja barang dan jasa, dan belanja barang dan jasa yang bersumber dari BOS serta Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Jaminan Kesehatan Nasional, tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dipertanggungjawabkan tidak sesuai dengan kondisi senyatanya.
Kemudian, realisasi belanja barang dan jasa di antaranya belanja perjalanan dinas, belanja barang pakai habis, belanja jasa kantor, belanja jasa konsultansi, belanja pemeliharaan, belanja untuk diserahkan kepada masyarakat, belanja barang jasa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), serta belanja barang jasa yang bersumber dari dana BOS tidak sesuai dengan ketentuan.
BPK juga menemukan permasalahan lain, yaitu nilai anggaran dan realisasi pembayaran tambahan penghasilan pegawai melebihi nilai pagu maksimal. Permasalahan berikutnya adalah kelebihan pembayaran belanja barang dan jasa di antaranya belanja perjalanan dinas dan belanja bantuan sosial yang belum dipulihkan dengan penyetoran ke kas daerah.
Realisasi belanja hibah pun melampaui anggaran induk dan tidak sepenuhnya memenuhi kriteria keadaan darurat termasuk keperluan mendesak sebagaimana yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain belanja operasi, terdapat permasalahan belanja modal pada 29 pemda yang memengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan. BPK mengungkapkan bahwa kelebihan pembayaran belanja modal antara lain atas kekurangan volume pekerjaan, pemahalan harga, ketidaksesuaian spesifikasi pekerjaan, dan pekerjaan yang tidak dilaksanakan, belum dipulihkan dengan penyetoran ke kas daerah.
Anggaran belanja modal diklasifikasikan pada akun yang tidak tepat dan sebaliknya kesalahan penganggaran belanja modal yang seharusnya dianggarkan dan direalisasikan pada belanja barang dan jasa dan belanja hibah.
Selain itu, realisasi belanja modal peralatan dan mesin untuk pengadaan sarana teknologi informasi dan komunikasi (TIK), personal computer, mebel, dan alat kesehatan dilakukan secara proforma serta tidak sesuai dengan prinsip pengadaan barang/jasa.