Pemeriksaan infrastruktur oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara umum terbagi atas dua tahap. Yaitu tahapan perencanaan dan tahapan pelaksanaan.
Tahap perencanaan dimulai dari pemilihan sampel pemeriksaan dengan pendekatan audit yang berbasis risiko (risk based audit approach). Dengan pendekatan ini, pelaksanaan pemeriksaan akan dilakukan pengujian secara mendalam terhadap paket-paket pekerjaan infrastruktur yang memiliki nilai material secara kontrak, complicated dalam tahapan pelaksanaan pekerjaan, maupun lokasi pada daerah remote area.
Perencanaan juga akan mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan analisis dokumen dan pemeriksaan fisik, serta informasi-informasi awal yang dapat dikumpulkan dari media massa atau pengaduan. Koordinasi juga dilakukan dengan tenaga ahli independen terkait pelaksanaan pemeriksaan yang membutuhkan kualifikasi teknis tertentu khususnya jika dalam pemeriksaan diperlukan pengujian atas kualitas hasil pekerjaan.
Pemeriksa akan mengumpulkan beberapa dokumen yang dibutuhkan sebagai bahan awal pemeriksaan dari entitas yang diperiksa antara lain dokumen perencanaan pekerjaan, seperti gambar desain perencanaan awal, KAK pelaksanaan pekerjaan, bill of quantity (BoQ), serta harga perkiraan sendiri (HPS). Selain itu, dilakukan pengumpulan dokumen pelaksanaan pekerjaan meliputi antara lain dokumen kontrak yang memuat syarat umum serta syarat khusus dan spesifikasi teknis kontrak.
Persiapan selanjutnya yakni berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak entitas yang diperiksa terkait rencana diskusi awal dan pelaksanaan pemeriksaan fisik lapangan atas sampel pemeriksaan. Setelah melalui tahap perencanaan, prosesnya berlanjut ke tahap pelaksanaan. Di tahap ini, pemeriksa melakukan analisis dokumen perencanaan teknis yang menjadi dasar penyusunan bill of quantity (BoQ) dan HPS untuk menguji kesesuaian perhitungan kuantitas dan harga dalam uraian pekerjaan dengan desain perencanaan.
Analisis juga dilakukan terhadap perubahan volume pekerjaan atau pengurangan/ penambahan pekerjaan baru yang dilakukan selama masa pelaksanaan pekerjaan. Hal itu untuk menguji perubahan volume dan pengurangan/penambahan item pekerjaan baru yang dilakukan memang diperlukan berdasarkan justifikasi teknis. Pemeriksa kemudian menganalisis kesesuaian uraian pekerjaan dalam kontrak dengan syarat umum, syarat khusus, dan spesifikasi teknis kontrak yang mengatur tata cara pelaksanaan serta cara pengukuran dan pembayaran kepada penyedia jasa.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik lapangan untuk melakukan pengujian kesesuaian metode pelaksanaan pekerjaan, volume, dan spesifikasi pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak yang diperiksa dengan membandingkannya terhadap kontrak atau dokumen pelaksanaan pekerjaan lainnya yang menjadi acuan pekerjaan tersebut. Pemeriksaan fisik melibatkan tenaga ahli independen terkait pelaksanaan pemeriksaan yang membutuhkan kualifikasi teknis tertentu, khususnya jika dalam pemeriksaan diperlukan pengujian atas kualitas hasil pekerjaan.
Salah satu hal yang disoroti dalam pemeriksaan infrastruktur adalah ketidakefektifan. Ketidakefektifan adalah kondisi di mana berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan tidak tercapai sasaran yang telah ditetapkan dalam tahapan perencanaan pembangunan infrastruktur setelah pembangunan fisik infrastruktur tersebut dilaksanakan. Dalam pembangunan fasilitas puskemas, misalnya, ketidakefektifan terjadi apabila pembangunan yang awalnya bertujuan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi karena lokasi pembangunan tidak berada pada lokasi strategis yang memudahkan untuk dijangkau, maka masyarakat tidak akan secara optimal memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan.
Temuan lain yang berpotensi terjadi dalam pemeriksaan infrastruktur yakni kemahalan harga barang. Hal itu adalah tambahan biaya yang secara sengaja atau tidak sengaja dianggarkan atau dibiayakan oleh pihak-pihak terkait dalam harga pekerjaan atau harga kontrak yang mengakibatkan nilai pekerjaan tersebut lebih tinggi daripada seharusnya. Dalam pelaksanaan pemeriksaan infrastruktur, kemahalan harga pekerjaan dapat terjadi saat pelaksanaan perencanaan maupun saat pelaksanaan pekerjaan. Kemahalan harga saat perencanaan antara lain dapat terjadi karena saat penyusunan harga perkiraan sendiri, survei untuk memperoleh harga pembanding atas suatu barang tidak dilakukan secara langsung kepada produsen tetapi melalui perantara.
Selain itu, kekurangan volume juga bisa menjadi temuan. Kekurangan volume dalam pemeriksaan infrastruktur adalah ketidaksesuaian jumlah satuan pekerjaan yang dilaksanakan di lapangan dengan jumlah satuan pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan sesuai kontrak yang disepakati oleh pihak-pihak terkait. Kesimpulan bahwa suatu pekerjaan dinyatakan kekurangan volume dilakukan setelah pemeriksa melakukan pemeriksaan fisik dan analisis perhitungan kembali atas pelaksanaan pekerjaan yang senyatanya dilaksanakan oleh pihak terkait. l Sumber: Padang Pamungkas, Kepala Auditorat IV A