JAKARTA, WARTAPEMERIKSA—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan lebih tertib dan terus melakukan pembaruan data piutang pajak. Sebab, BPK sering menemukan DJP tidak memasukkan data terbaru piutang pajak.
Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Laode Nusriadi menjelaskan dokumen sumber yang digunakan DJP sebagai dasar pencatatan dan penagihan piutang pajak adalah Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
“Pada 2017 BPK sudah meminta Kementerian Keuangan untuk memutakhirkan sistem informasi terkait pencatatan dan pelaporan piutang pajak. Permasalahan piutang pajak ini temuan berulang dalam pemeriksaan LKPP yang belum tuntas tindak lanjutnya,” ujarnya di Jakarta. ….
STP memuat jumlah kekurangan pajak yang masih harus disetor wajib pajak berdasarkan hasil analisis DJP terhadap data Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak (SPT) dari wajib pajakk dan data lain yang diperoleh DJP dari Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lainnya (ILAP).
Sedangkan SKP memuat jumlah kekurangan pajak yang masih harus disetor wajib pajak berdasarkan hasil pemeriksaan DJP dan konfirmasi DJP atas faktur pajak dan atau bukti pemotongan pajak wajib pajak.
Hasil pemeriksaan LKPP 2019 menunjukkan DJP belum menerbitkan STP atas kekurangan setor pokok pajak sebesar Rp12,64 triliun dan keterlambatan penyetoran pajak dengan sanksi sebesar Rp2,69 triliun. Dengan demikian, ada kekurangan penerimaan Rp15,33 triliun.
Permasalahan lainnya menyangkut kelemahan pengendalian internal, masih ditemukan SKP yang diterbitkan secara manual tanpa melalui sistem informasi di DJP dan terlambat dimasukkan ke dalam sistem informasi.
“Atas SKP manual tersebut, DJP telah menindaklanjutinya selama pemeriksaan BPK berlangsung dengan menginputnya ke dalam sistem informasi, sedangkan permasalahan STP yang belum diterbitkan sebesar Rp15,33 triliun belum selesai ditindaklanjuti,” kata Laode.
Ia menambahkan ada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang terlambat menerbitkan STP atau SKP, dan atas STP atau SKP yang telah di terbitkan secara manual juga ada yang terlambat diinput ke dalam sistem informasi. DJP juga perlu cepat memperbarui data restitusi pajak.
Berdasarkan undang-undang, wajib pajak bisa mengajukan keberatan terhadap utang pajak yang dimiliki. Data restitusi pajak tersebut juga dapat digunakan sebagai kompensasi penyelesaian utang wajib pajak.
“Kami mendorong ini segera diintegrasikan ke dalam sistem, jadi update terus piutang pajak. Jangan sampai ada STP dan SKP yang belum terbit, atau telah diterbitkan tetapi belum dilaporkan sebagai piutang. Ini berisiko karena tidak disajikan sebagai piutang dan malah dicatat di luar,” katanya.
AKN II, kata Laode, mencatat laporan barang sitaan dan agunan yang tidak disajikan secara memadai dalam laporan keuangan. Padahal , barang sitaan dan agunan diperhitungkan sebagai pengurang piutang pajak.
Karena itu, BPK mendorong DJP membuat sistem informasi yang andal dalam pembaruan data piutang pajak. Dengan demikian, data yang disajikan dalam laporan keuangan angkanya benar-benar valid dan reliable, termasuk putusan hukum maupun barang sitaan.
Untuk mengatasi permasalahan piutang pajak tersebut Menteri Keuangan telah menyampaikan rencana aksi antara lain memutakhiran sistem informasi piutang pajak dan mengimplementasikan Revenue Accounting System (RAS) untuk membentuk akun piutang pajak.
Menteri Keuangan juga akan mengkaji kembali regulasi penerbitan STP atas pembayaran pajak yang melewati jatuh tempo dan merumuskan kembali manual Indikator Kinerja Utama Tahun 2020 terkait dengan penerbitan STP dengan memperhatikan potensi penagihan pokok dan sanksi yang seharusnya.