JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar pemerintah terus berkoordinasi dengan Kejaksaan dalam menyelesaikan permasalahan piutang dana lumpur Lapindo yang masih macet.
Rekomendasi itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020.
“Melanjutkan koordinasi dengan Kejaksaan dalam menyelesaikan piutang dana antisipasi lumpur Sidoarjo secara lebih terukur dan menyusun rencana penyelesaian (roadmap) piutang penanggulangan lumpur Sidoarjo dan menyetorkan pengembalian piutang yang diperoleh ke kas negara,” demikian ungkap rekomendasi tersebut.
LHP BPK mengungkap permasalahan bermula ketika Pemerintah Republik Indonesia pada 10 Juli 2015 memberikan pinjaman kepada Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya lewat perjanjian bernomor PRJ-16/MK.01/2015.
Pinjaman itu terealisasi sebesar Rp 773,38 miliar dan berlaku selama 4 tahun, dengan tanggal jatuh tempo pengembalian 10 Juli 2019. Bunga disepakati 4,8% per tahun ditambah klausul denda yang menyatakan “apabila tidak dapat mengembalikan sesuai jadwal dan/atau melunasi pinjaman pada akhir perjanjian dikenakan denda sebesar 1/1000 (satu per mil) per hari dari nilai pinjaman”.
Pinjaman itu merupakan dana talangan (bail out) pemerintah kepada Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya untuk membayar ganti rugi berupa pembelian tanah dan bangunan kepada warga korban luapan lumpur Sidoarjo.
Namun, BPK menemukan piutang itu mulai macet. Sampai tanggal jatuh tempo sesuai perjanjian, yaitu 10 Juli 2019, piutang belum lunas. Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya hanya pernah sekali melakukan pengembalian, yaitu pada 20 Desember 2018, sebesar Rp5 miliar.
Per 31 Desember 2019, piutang itu terus bertambah terutama karena klausul denda per hari, hingga menjadi Rp773,38 miliar (pokok piutang), Rp163,95 miliar (bunga), dan Rp981,42 miliar (denda), dengan nilai total mencapai Rp1,91 triliun.
Ketidaktepatan waktu Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya melunasi utang sebelum jatuh tempo menyebabkan denda per hari terus bergulir hingga nilai denda sudah melampaui pokok piutang.
LHP BPK juga mengungkap berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.06/2017, sebuah piutang diklasifikasikan kurang lancar apabila piutang tersebut tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo sampai satu tahun setelah jatuh tempo.
Piutang atas Lapindo Brantas Inc. dan PT Minarak Lapindo Jaya sudah melampui satu tahun sejak jatuh tempo hingga termasuk piutang tidak lancar.
Atas permasalahan tersebut BPK merekomendasikan agar pemerintah tetap melanjutkan koordinasi dengan Kejaksaan terkait dengan penagihan dan juga melakukan penyisihan piutang dan penilaian jaminan atas dana talangan tersebut. (Hms)