JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar Menteri Keuangan meminta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) melakukan pengawasan efektif atas pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Rekomendasi itu tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Kepatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2019 tertanggal 15 Juni 2020.
“Meminta APIP K/L melakukan pengawasan efektivitas PNPB di lingkungan K/L supaya tidak terjadi permasalahan berulang,” demikian bunyi rekomendasi tersebut.
Rekomendasi ini muncul setelah audit BPK menemukan adanya penerapan pungutan tanpa dasar hukum di 7 lembaga, ditambah 8 lembaga yang menarik pungutan resmi tetapi tidak menyetorkannya ke kas negara.
Tujuh instansi yang masih menerapkan pungutan itu adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp18,07 miliar, Kementerian Agama Rp15,04 miliar, Badan Keamanan Laut Rp2,34 miliar, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Rp485,79 juta.
Kemudian Kejaksaan RI Rp261,63 juta, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Rp222,75 juta, dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Rp72,41 juta. Total nilai pungutan liar itu mencapai Rp36,50 miliar.
Pungutan itu antara diperoleh dari penyewaan terhadap Barang Milik Negara (BMN) yang belum disetujui, atau penyewaan terhadap BMN yang sudah disetujui tetapi tarifnya melanggar ketentuan, atau aktivitas lain.
Sedangkan 8 lembaga yang menarik pungutan resmi tetapi tidak menyetorkannya ke kas negara adalah Kementerian Pertahanan Rp133,90 miliar, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Rp133,61 miliar, dan Perpustakaan Nasional Rp578,50 juta.
Kemudian Kementerian Pemuda dan Olah Raga Rp527,37 juta, Kementerian PUPR Rp387,21 juta, Badan Kepegawaian Negara Rp25,26 juta, lalu Kementerian Agama dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang jumlah tidak diketahui karena tidak didukung pencatatan.
Total pungutan resmi yang tidak disetorkan itu mencapai Rp269,03 miliar. Secara umum, audit BPK menemukan ada masalah terhadap pengelolaan PNBP di 40 K/L dengan nilai total Rp709,64 miliar.
Selain pungutan liar dan pungutan resmi yang tidak disetorkan ke kas negara, masalah lain berupa pungutan terlambat disetor Rp17,93 miliar, belum disetor Rp19,45 miliar, kurang pungut Rp20,29 miliar, belum/tidak dipungut Rp158,24 miliar, dan permasalahan lainnya senilai Rp188,17 miliar.
Praktik ini bertentangan dengan UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP, antara lain Pasal 1 yang menyatakan PNBP wajib dibayar kepada pemerintah dalam waktu tertentu sesuai peraturan perundang-undangan, dan Pasal 29 yang menyatakan seluruh PNBP wajib disetor ke kas negara.
Atas temuan ini BPK merekomendasikan agar Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah menginstruksikan menteri/pimpinan lembaga untuk menyetorkan PNBP yang belum/terlambat dipungut dan meminta APIP K/L melakukan pengawasan lebih efektif. (Hms)