JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas pengelolaan belanja pemerintah pusat tahun 2019 pada semester I 2020 di tiga kementerian. BPK menemukan adanya belanja yang belum dilaporkan hingga belum dimanfaatkan.
Pemeriksaan itu dilaksanakan pada Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan bagian anggaran (BA) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terkait pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan bagian anggaran belanja lainnya. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) megenai pelaksanaan anggaran kegiatan belanja barang dan belanja modal tahun anggaran 2018 dan 2019 pada Sekretariat Jenderal dan Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham.
Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan belanja pada tiga kementerian tersebut telah dilaksanakan sesuai kriteria dengan pengecualian atas beberapa permasalahan. Pada Kemensetneg, misalnya, terdapat sisa pengeluaran dana bantuan kemasyarakatan (banmas) dalam rangka kegiatan presiden tahun 2019 yang belum dilaporkan.
Selain itu, implementasi penggunaan surat pernyataan tanggung jawab pengeluaran (SPTJP) untuk mengendalikan dana banmas presiden berupa uang tunai belum diimplementasikan secara memadai. Hal ini mengakibatkan laporan keuangan BA (bagian anggaran) 999 Sekretariat Presiden belum mencerminkan kondisi yang sebenarnya dan penggunaan banmas presiden berupa uang tunai tidak dapat diketahui kesesuaian dan kewajaran penggunaannya.
BPK merekomendasikan Kemensetneg agar menyusun kebijakan tentang mekanisme pengelolaan dan pencatatan banmas berupa barang yang tidak langsung disalurkan dan/atau tidak habis diberikan dalam satu kegiatan tertentu. Selain itu, merekomendasian Kemensetneg menyusun mekanisme pembuatan dan penandatanganan SPTJP.
Pada pemeriksaan terhadap Kemenkumham, BPK menemukan adanya hasil pengadaan tahun anggaran (TA) 2019 yang belum dimanfaatkan. Pengadaan yang belum dimanfaatkan tersebut, antara lain, adalah pengadaan sarana dan prasarana data center di pusat data dan teknologi informasi (Pusdatin) dan pengadaan perangkat pendukung layanan unit keimigrasian. Hal tersebut mengakibatkan adanya indikasi pemborosan sebesar Rp22,99 miliar. Selain itu, terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp8,36 miliar atas 13 paket pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi.
Atas permasalahan itu, BPK merekomendasikan kepada Kemenkumham untuk mengoptimalkan hasil pengadaan data center, memperbaiki mekanisme pemanfaatan dan distribusi barang di lingkungan Ditjen Imigrasi, serta menarik kelebihan pembayaran yang terjadi.
Sedangkan pada pemeriksaan pengelolaan belanja yang dilakukan Kemenkominfo, terdapat realisasi biaya proporsi sewa kendaraan roda empat dan enam pada 11 regional tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 22 Tahun 2013 sebesar Rp3,37 miliar dan kelebihan perhitungan biaya atribusi/proporsi sebesar Rp3,33 miliar. Akibatnya, terdapat kelebihan pembebanan sebesar Rp6,70 miliar. BPK telah merekomendasikan Kemenkominfo agar menarik kelebihan pembebanan dan disetorkan ke kas negara.
Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas pengelolaan belanja pemerintah pusat mengungkapkan 12 temuan yang memuat 21 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 10 kelemahan sistem pengendalian internal, delapan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp16,20 miliar, dan tiga permasalahan 3E sebesar Rp22,99 miliar. Selama proses pemeriksaan, entitas telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melakukan penyetoran ke kas negara sebesar Rp5,41 miliar.