JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan Pendapat kepada pemerintah terkait penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). BPK menyampaikan Pendapat karena permasalahan dalam penyelenggaraan JKN yang ditemukan selama pemeriksaan pada 2015-2019 belum terselesaikan hingga saat ini.
BPK berwenang memberikan Pendapat berdasarkan Pasal 11 huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. BPK memberikan pendapat terhadap permasalahan yang berulang dan masih belum terselesaikan dengan tujuan untuk menyelesaikannya demi perbaikan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pendapat BPK terkait pengelolaan atas penyelenggaraan program JKN mencakup aspek kepesertaan, pelayanan, dan pendanaan. Secara keseluruhan ada 14 poin Pendapat yang disampaikan BPK.
Terkait aspek pelayanan, ada enam Pendapat yang disampaikan BPK atas enam permasalahan. Salah satu Pendapat BPK adalah mendefinisikan “kebutuhan dasar kesehatan” secara jelas sesuai dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). BPK memberikan Pendapat ini karena pendefinisian “kebutuhan dasar kesehatan” dalam UU SJSN belum dinyatakan secara jelas.
BPK dalam dokumen Pendapat BPK menyatakan, terdapat permasalahan mendasar terkait definisi kebutuhan dasar di bidang kesehatan yang semestinya dijamin pemerintah. Pasal 19 Ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN menyatakan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Selanjutnya, Pasal 22 Ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Dalam penjelasan Pasal 22 Ayat (1) dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan tersebut meliputi pelayanan dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan Keluarga Berencana, rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci darah dan operasi jantung.
Pelayanan tersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standar, baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan BPJS Kesehatan.
Kemudian, Pasal 3 UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS menyebutkan bahwa BPJS bertujuan mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Dalam penjelasan Pasal 3 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sementara itu, Pasal 46 Ayat (1) Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan menyatakan, setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Selanjutnya, ayat (2) menyatakan bahwa manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas manfaat medis dan manfaat nonmedis, dan ayat (4) menyatakan bahwa manfaat nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan berdasarkan besaran iuran peserta.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, diketahui bahwa cakupan atas pelayanan kesehatan pada program JKN sangat luas, karena definisi kebutuhan dasar belum diatur. Akibatnya, hampir seluruh klaim peserta dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang cenderung tidak terbatas berakibat rasio klaim pelayanan kesehatan tahun 2019 mencapai 105,56 persen. Kondisi rasio klaim yang melebihi 100 persen tersebut juga terjadi pada tahun 2015, 2017, dan 2018, sehingga turut menyumbang akumulasi defisit Dana Jaminan Sosial Kesehatan tahun 2019.
Berikut enam Pendapat BPK mengenai Pengelolaan atas Penyelenggaraan Program JKN terkait aspek pelayanan.
BPK berpendapat bahwa pemerintah harus segera mewujudkan masyarakat peserta program JKN agar mendapatkan pelayanan yang optimal dengan:
1. Mendefinisikan Kebutuhan Dasar Kesehatan secara jelas sesuai dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 40 Tahun 2004.
2. Memperluas penerapan penerbitan Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan finger print dalam layanan administrasi baik pada tingkat FKTP maupun tingkat FKRTL.
3. Memetakan sumber daya kesehatan secara komprehensif dan menyusun pentahapan dalam rangka pemenuhan dan pemerataan sumber daya kesehatan di Indonesia.
4. Memperbaiki pengelolaan pemenuhan obat dengan melibatkan kementerian/lembaga/daerah, fasilitas kesehatan milik pemerintah/swasta, dan penyedia barang.
5. Mengefektifkan penapisan dan pembaruan teknologi kesehatan, menetapkan dan memutakhirkan PNPK secara berkala dan bertahap sesuai dengan skala prioritas, serta melakukan evaluasi atas aplikasi Diagnostic Related Group (Grouper) dalam rangka memperoleh alternatif solusi untuk mempercepat proses updating pada aplikasi grouper1 .
6. Melakukan evaluasi atas tarif INACBG’s2 untuk meningkatkan efisiensi dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan secara objektif.