JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat pemerintah perlu melakukan reformasi peran fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang menjadi garda terdepan dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia. Reformasi FKTP diperlukan untuk mewujudkan kesinambungan kemampuan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan sehingga meminimalkan defisit keuangan.
Hal tersebut menjadi salah satu dari enam poin Pendapat BPK terkait aspek pendanaan dalam pengelolaan atas penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Berdasarkan dokumen Pendapat BPK, reformasi peran FKTP bisa dilakukan melalui optimalisasi dana bidang kesehatan dari APBN/APBD di fasilitas kesehatan milik pemerintah. Hal ini juga bertujuan meningkatkan upaya promotif, preventif, dan pola rujukan layanan kesehatan yang ideal.
BPK mengeluarkan Pendapat terkait hal ini karena pelayanan kesehatan yang semestinya dapat dituntaskan pada FKTP, tetapi dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL).
Seperti diketahui, pelayanan kesehatan dalam program JKN memang dilakukan secara berjenjang dari tingkat FKTP ke FKRTL, tergantung pada diagnosis penyakit apakah spesialistik atau nonspesialistik. Jika nonspesialistik, cukup ditangani di FKTP.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada 2019, terdapat diagnosis nonspesialistik yang dirujuk FKTP ke FKRTL yang semestinya dapat dituntaskan pengobatannya di tingkat FKTP. Pada tahun 2018, terdapat rujukan nonspesialistik dari FKTP milik pemerintah sebanyak 3.267.074 (20 persen) dari total 16.533.888 rujukan.
Sementara itu, pada tahun yang sama terdapat rujukan nonspesialistik dari FKTP swasta sebanyak 2.031.529 (23 persen) dari total 8.886.283 rujukan. Dari data tersebut, BPK melakukan pemeriksaan secara uji petik pada FKTP milik pemerintah dan swasta dan menemukan 752.658 rujukan nonspesialistik sebesar Rp142,73 miliar yang seharusnya dapat dituntaskan pengobatannya pada FKTP.
“Kondisi ini berdampak pada peningkatan biaya pelayanan pada FKRTL yang harus ditanggung oleh DJS kesehatan,” demikian dinyatakan BPK dalam dokumen Pendapat BPK terkait Pengelolaan atas Penyelenggaraan Program JKN.
Selain itu, terdapat beban biaya manfaat yang harus ditanggung DJS Kesehatan pada periode 2014-Juni 2019 sebesar Rp126,97 miliar. Hal ini disebabkan karena pemerintah pada Juli 2019 baru menetapkan 821 kode diagnosis atas 144 penyakit sebagai diagnosis nonspesialistik, yang pada periode sebelumnya (2014-Juni 2019) baru menetapkan 153 kode diagnosis nonspesialistik atas 144 penyakit.