JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat, pemerintah perlu memperkuat kelembagaan Majelis Rakyat Papua (MRP). Hal ini dilakukan yaitu dengan membentuk instrumen kelembagaan, antara lain Komite Pengawas dengan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Hal itu menjadi salah satu bagian dari Pendapat BPK tentang Pengelolaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua dan Papua Barat. Pendapat BPK tersebut telah diserahkan kepada pemerintah pada Kamis (21/1).
MRP memiliki tugas dan fungsi yang penting dalam pelaksanaan program otsus Papua. MRP merupakan representasi kultural orang asli Papua (OAP). Lembaga ini memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak OAP dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, pelaksanakan pengawasan program otsus oleh MRP perlu ditingkatkan. Termasuk pengawasan penggunaan dana otsus. Hal ini dikarenakan MRP belum pernah menerima laporan realisasi penggunaan dana otsus.
Sedangkan menurut Pergub Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengendalian dan Evaluasi serta Pengawasan Penggunaan Dana Otonomi Khusus, MRP mempunyai tugas dan fungsi sebagai pengawas eksternal. MRP memiliki peran penting dalam membawa aspirasi OAP terkait dengan penggunaan dana otsus dan melakukan pengawasan atas pengelolaan dana otsus.
Berdasarkan PP Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua, alat kelengkapan MRP terdiri atas pimpinan, kelompok-kelompok kerja, dan Dewan Kehormatan. Terdapat tiga kelompok kerja, yaitu kelompok kerja yang menangani bidang adat, perempuan, dan agama. Dewan Kehormatan berwenang melakukan pertimbangan dan penilaian terhadap anggota MRP.
Dari kelengkapan MRP tersebut diketahui bahwa belum ada unit khusus yang membantu MRP dalam menjalankan pengawasan penggunaan dana otsus. Oleh karena itu, agar MRP dapat melaksanakan tugas dan fungsi lebih optimal, kelembagaan MRP perlu ditambahkan unit khusus yang membantu MRP untuk melakukan pengawasan penggunaan dana otsus.
BPK memandang perlu untuk memberikan pendapat kepada pemerintah agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perbaikan untuk keberlanjutan program otsus Papua.
Berdasarkan Pasal 11 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006, BPK dapat memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya.
Pendapat yang diberikan BPK termasuk di antaranya perbaikan di bidang pendapatan, pengeluaran, dan bidang lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Selama periode 2002-2019 pemerintah telah menyalurkan dana otsus sebesar Rp86,45 triliun dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) sebesar Rp28,06 triliun atau total seluruhnya sebesar Rp114,51 triliun.