JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan menerbitkan sustainability report untuk pertama kali pada tahun ini. Laporan tersebut merupakan bentuk komitmen BPK dalam memberikan contoh kepada lembaga lain dalam pencapaian target-target Sustainability Development Goals (SDGs).
Anggota Tim Penyusun Sustainability Report BPK, Tjokorda Gde Budi Kusuma menjelaskan, penerbitan sustainability report di dunia muncul seiring dengan kesadaran bahwa indikator ekonomi tidak bisa menjadi satu-satunya ukuran kemajuan suatu negara. Ini karena dalam kemajuan ekonomi juga terdapat sejumlah faktor yang perlu diperhatikan, seperti aspek lingkungan dan sosial.
Dari hal itu kemudian muncul kerangka berpikir triple bottom line yang mengutamakan people, planet, dan profit. Sehingga, perusahaan-perusahaan tidak lagi hanya mencari keuntungan tapi juga memperhatikan dua aspek lainnya.
“Kemudian, muncullah kata sustainability. Artinya, ketika kita melakukan kegiatan harus juga memikirkan tiga dimensi yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan,” kata Tjokorda kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.
Konsep keseimbangan alam, lingkungan, dan ekonomi ini kemudian mencapai puncaknya ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melahirkan Sustainable Development Goals (SDGs). Dari perkembangan itu kemudian muncul konsep integrated report. Sehingga, perusahaan atau organisasi itu tidak hanya melaporkan akuntabilitas finansial tapi juga tanggung jawab sosial maupun lingkungannya.
Di Indonesia, kata Tjokorda, telah terbit Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51 /POJK.03/2017 yang mewajibkan LJK, emiten, dan perusahaan publik untuk menyampaikan laporan keberlanjutan selain laporan keuangannya.
Dalam isu-isu SDGs, Tjokorda mengatakan, BPK sangat aktif terlibat hingga ke level global. Khusus di isu lingkungan, BPK aktif bergabung dalam INTOSAI Working Group on Environmental Audit (WGEA). Bahkan, BPK sempat menjadi ketua INTOSAI WGEA.
Untuk laporan edisi perdana tersebut, fokusnya adalah bagaimana BPK menyesuaikan cara kerja di tengah pandemi Covid-19. Menurut Tjokorda, dari sisi lingkungan, pandemi justru mempercepat pencapaian SDGs. “Misalnya, karena dipaksa bekerja daring, maka penggunaan kertas juga semakin sedikit. Kemudian, pemakaian listrik di kantor menjadi lebih hemat,” kata Tjokorda.
Selain itu, laporan yang disusun juga akan menyoroti capaian pemeriksaan yang signifikan dari sisi ekonomi. Dia menjelaskan, kontribusi BPK bersifat indirect impact. Artinya, ketika rekomendasi BPK diimplementasikan maka akan terjadi penghematan fiskal. Apabila rekomendasinya terkait kepatuhan maka kerugian negara yang terjadi bisa dipulihkan.
“Kemudian, saat pandemi Covid-19 ini BPK juga mengawal langsung pemanfaatan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” ujarnya.
Tjokorda optimistis, dengan adanya sustainability report, BPK dapat mempertegas komitmen dalam mendorong pencapaian SDGs di entitas yang diperiksa BPK. Dia menilai, langkah itu pun menjadi salah satu wujud BPK dalam memberikan contoh kepada lembaga lain di Indonesia.
“Ini juga sesuai dengan SAI Performance Measurement Framework (PMF). Salah satunya, bagaimana suatu SAI itu memberikan dampak dari hasil auditnya. Dengan sustainability report ini, bisa menjadi bukti bahwa aktivitas BPK itu berdampak terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan,” ujarnya.