JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Provinsi Jawa Tengah (Jateng) merupakan salah satu daerah penghasil minyak dan gas (migas) di Indonesia. Sejumlah badan usaha milik daerah (BUMD) pun telah dibentuk untuk ikut terlibat dalam pengelolaan wilayah kerja migas.
Melihat pentingnya peran BUMD migas terhadap perekonomian daerah, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui BPK Perwakilan turut mengawal dan memeriksa perusahaan daerah di bidang migas. Pemeriksaan itu salah satunya dilakukan BPK Perwakilan Jawa Tengah (Jateng).
Kepala Perwakilan BPK Jateng Ayub Amali mengatakan, pihaknya pada semester II 2020 melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap BUMD migas yang selama ini kurang menjadi perhatian. Pemeriksaan dilakukan terhadap PT Sarana Patra Hulu Cepu (PT SPHC) dan PT Blora Patragas Hulu (BPH).
Tujuan utama pemeriksaan ini adalah menilai kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan terkait dengan pengeloalaan participacing interest (PI) dan terkait pengelolaan operasional perusahaan. “Pemeriksaan ini diharapkan dapat meningkatkan pengelolaan operasional dari BUMD-BUMD sehingga dapat bermanfaat bagi daerah, paling tidak untuk penerimaan daerah, khususnya di Jateng dan Kabupaten Blora. Hasil pemeriksaan sudah disampaikan kepada DPRD Provinsi Jateng dan Kabupaten Blora pada awal Januari 2021,” kata Ayub kepada Warta Pemeriksa, beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, PT SPHC merupakan BUMD yang ikut berperan dalam pengelolaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di Blok Cepu melalui PI 10 persen bersama mitra Blok Cepu yang terdiri atas ExxonMobil Cepu Ltd (45%), Pertamina EP Cepu (45%), PT Asri Dharma Sejahtera, Kab Bojonegoro (4,48%), PT Petrogas Jatim Utama Cendana, Provinsi Jawa Timur (2,24%), dan PT Blora Patragas Hulu, Kab Blora (2,18%).
Ayub menyampaikan, ada sejumlah permasalahan yang ditemukan BPK dalam pemeriksaan BUMD migas. Beberapa di antaranya adalah mengenai perekrutan sumber daya manusia (SDM), pengelolaan dana di perusahaan, kegiatan investasi, kerja sama dengan mitra investasi, dan beberapa hal lainnya yang dinilai masih belum sesuai ketentuan.
“Hal utama untuk perbaikan adalah meningkatkan kualitas SDM sejak dari fase perekrutan. Lalu, membentuk ketentuan-ketentuan yang mengatur pengelolaan keuangan yang lebih baik, lebih detail, sehingga seluruh kebijakan ada ketentuan-ketentuannya sebagai panduan dalam menjalankan operasional.”
Ayub berharap pemeriksaan yang dilakukan BPK dapat mendorong perbaikan tata kelola BUMD migas. Sehingga, BUMD migas dapat berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dengan adanya pemeriksaan ini, Ayub juga berharap pemerintah daerah menjadi lebih terbuka, lebih perhatian, dan bisa membimbing BUMD untuk meningkatkan kinerjanya.
“Dengan begitu, laporan kami bermanfaat. Jangan karena BUMD kecil, tapi tidak diperhatikan. Padahal mereka berpotensi menjadi sumber penerimaan daerah. Seperti kita ketahui, penerimaan dari participating interest cukup besar, sehingga penerimaan itu bisa menjadi dividen bagi daerah. Intinya, harus dikelola dengan lebih baik lagi.”