JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa sistem teknologi informasi yang dimiliki Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum mampu melakukan pemantauan kegiatan illegal fishing pada seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Hal itu menjadi salah satu permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian KKP dalam efektivitas pengendalian illegal fishing.
Selain itu, permasalahan yang harus segera diperbaiki, antara lain pada aspek perumusan kebijakan dan regulasi pengendalian illegal fishing. Misalnya saja terdapat regulasi dan kebijakan dasar penetapan kuota BBL (Puerulus) seperti termuat pada Permen KP Nomor 12/PERMEN-KP/2020 belum tersedia. Sedangkan dalam aspek penyiapan dan pelaksanaan kerja sama pengendalian illegal fishing, terdapat permasalahan, di antaranya kerja sama pengendalian illegal fishing antara KKP dengan stakeholders terkait belum dilaksanakan secara komprehensif.
Temuan tersebut telah disampaikan oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota IV BPK Isma Yatun dalam acara penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja atas Efektivitas Pengendalian Illegal Fishing Tahun 2017 sampai Semester I Tahun 2020 kepada Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono, beberapa waktu lalu. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
“Kelemahan-kelemahan tersebut apabila tidak segera dibenahi dapat mempengaruhi efektivitas pemerintah dalam rangka pengendalian illegal fishing. Pada akhirnya dapat menyebabkan tidak tercapainya target pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia yang telah ditetapkan,” ungkap Isma Yatun.
Meski begitu, BPK juga mencatat upaya dan capaian Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pengendalian illegal fishing, antara lain KKP telah memiliki standar pemenuhan sarana dan prasarana; melaksanakan penghentian, pemeriksaan, dan penahanan kapal illegal fishing sesuai prosedur; serta menetapkan aturan yang mengatur keseragaman prosedur, pelaksanaan dan administrasi penyidikan serta target waktu penyelesaian penyidikan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 telah menetapkan salah satu misi yang terkait dengan KKP, yakni “Mewujudkan Indonesia menjadi Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional”. Pengejawantahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 tersebut berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang antara lain memuat agenda pembangunan yang berkaitan dengan KKP di antaranya “Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan” melalui pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan sebagai salah satu sumber daya ekonomi serta meningkatkan nilai tambah agro-fishery industry, dengan isu yang dihadapi berkaitan dengan kelembagaan WPPNRI dan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional/Kawasan Strategis Nasional Tertentu.
Strategi peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang digagas, salah satunya menitikberatkan pada penguatan pengawasan sumber daya alam dan lingkungan hidup termasuk di dalamnya meningkatkan cakupan pengawasan dalam rangka pemberantasan Illegal, Unreported, dan Unregulated Fishing (IUU Fishing). Penguatan pengawasan atas pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan ini merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah dalam rangka mendukung tercapainya tujuan ke-14 SDGs yakni menjaga ekosistem laut yaitu melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera untuk pembangunan berkelanjutan.