JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali menggelar webinar berseri sebagai bagian dari inisiatif dalam penyusunan foresight pada Selasa (15/6). Kegiatan tersebut merupakan rangkaian kegiatan dari tiga seri webinar. Webinar seri I yang telah diselenggarakan pada 27 April 2021 dengan menghadirkan 19 narasumber dari unsur praktisi, akademisi, profesi, pelaku usaha dan pengamat di berbagai sektor untuk memahami dampak dan proyeksi di bidang masing-masing pada masa dan pascapandemi Covid-19.
Webinar dengan tema “Kebijakan Pemerintah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pascapandemi COVID-19” itu mengundang para menteri dan pimpinan lembaga yang merupakan otoritas dan pengambil kebijakan penting di sektor perekonomian, fiskal, moneter, jasa keuangan, kesehatan, pendidikan dan teknologi, perencanaan pembangunan nasional, badan usaha milik negara (BUMN), serta sosial.
“Hal ini sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran dan pemahaman bagaimana respons dan strategi pemerintah dalam menghadapi masa dan pascapandemi Covid-19 ke depan dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi,” ungkap Ketua BPK Agung Firman Sampurna ketika memberikan sambutan.
Webinar ini menghadirkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai pembicara kunci. Kemudian, dalam panel diskusi terdapat pembicara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, dan Menteri BUMN Erick Thohir.
BPK sebagai supreme audit institution (SAI) telah banyak berkecimpung dalam pekerjaan oversight atau yang bersifat watchdog dan insight untuk meningkatkan efektivitas kebijakan pemerintah. Untuk melengkapi keduanya, ungkap Agung, BPK perlu melakukan foresight yang memberikan pandangan kepada pemerintah dan legislatif mengenai tantangan dan peluang negara pada masa depan serta berbagai isu kebijakan jangka panjang serta mengidentifikasi tantangan atau risiko sebelum hal tersebut muncul menjadi krisis.
Dalam perkembangannya, foresight sudah banyak dilakukan oleh SAI negara lain, di antaranya Amerika Serikat, Belanda, Kanada, Korea Selatan, Polandia, Australia, dan Brasil. Oleh karena itu, BPK pun tengah menyusun foresight berjudul “Indonesia Remade by COVID-19: Scenarios, Opportunities, and Challenges for Resilient Government” atau “Membangun Kembali Indonesia Pasca Pandemi COVID-19: Skenario, Peluang dan Tantangan Pemerintah yang Tangguh”.
Hal itu guna meningkatkan nilai tambah dan manfaat peran BPK dari oversight, insight, menuju foresight. Agung mengatakan, dengan disusunnya foresight ini, BPK menjadi SAI kedua di Asia setelah Korea Selatan atau yang pertama di Asia Tenggara yang memiliki kemampuan foresight.
Selama enam pekan terakhir, ujar Agung, BPK telah menentukan focal question dan driving forces dalam penyusunan foresight dengan menggunakan scenario planning. Dari 1.350 driving forces yang diidentifikasi, melalui diskusi dan presentasi pakar, BPK telah memilih 139 driving forces dan 26 critical uncertainties. Hal itu kemudian dirumuskan menjadi lima fundamental uncertainties dengan pertanyaan utamanya “Bagaimana kondisi Indonesia lima tahun setelah Covid-19?”.
Saat ini, proses penyusunan foresight BPK memasuki tahapan penentuan dua dari lima fundamental uncertainties untuk dirumuskan menjadi scenario framework dan scenario stories. Diskusi dengan para pemangku kebijakan pemerintah pusat dan daerah dilakukan sebagai bagian dari proses diseminasi dan konfirmasi informasi.
“Saya berharap webinar ini bermanfaat untuk memperluas wawasan kita semua dalam mendukung pencapaian visi dan misi Renstra BPK 2020-2024 dan membangun budaya accountability for all, akuntabilitas untuk semua,” ujar Agung.