JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Indeks Kemandirian Fiskal (IKF) pemerintah daerah (pemda) di wilayah Provinsi Papua Barat belum ada yang mencapai kategori Mandiri. Kendati demikian, kemandirian fiskal pemda di Papua Barat telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Pemeriksaan Keuangan Negara/Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) I Nyoman Adhi Suryadnyana menyampaikan, berdasarkan reviu IKF tahun anggaran 2020 yang diterbitkan BPK pada 2021, secara nasional ada sebanyak 443 pemda dari 503 pemda yang masuk dalam kategori “Belum Mandiri”
“Dan untuk wilayah Papua Barat, pada tahun 2020 masih belum terdapat entitas yang berkategori Mandiri. Namun demikian, rata-rata pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan IKF pada lima tahun terakhir,” kata I Nyoman dalam kegiatan komunikasi stakeholder bersama Anggota BPK dengan tema “Peran BPK RI dalam Mendorong Kemandirian Fiskal di Daerah”, di Manokwari, belum lama ini.
Acara tersebut turut dihadiri Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani. Nyoman dalam kesempatan itu memaparkan, nilai IKF Papua Barat pada 2016 sebesar 0,0503. Adapun pada 2020 naik menjadi 0,0558.
Untuk lingkup kabupaten/kota, Pemerintah Kota Sorong merupakan pemda yang memiliki IKF tertinggi, yaitu senilai 0,0923. Kemudian disusul oleh Kabupaten Manokwari senilai 0,0643 dan Kabupaten Sorong dengan nilai IKF sebesar 0,0558.
“Sedangkan untuk daerah yang memiliki IKF yang paling rendah adalah Kabupaten Tembrauw dengan nilai 0,0045,” ungkap Anggota VI BPK.
Nilai IKF berkisar di antara angka 0 sampai 1. Nilai IKF 0 menunjukkan semua belanja masih dibiayai dengan dana transfer dan tidak ada peran pendapatan asli daerah (PAD). Sementara nilai IKF 1 menunjukkan semua belanja dapat dibiayai oleh PAD dan tidak ada dana transfer.
Klasifikasi tingkat kemandirian fiskal dibagi menjadi empat kategori, yaitu Belum Mandiri, Menuju Kemandirian, Mandiri, dan Sangat Mandiri. Anggota VI BPK mengatakan, peningkatan kemampuan fiskal daerah harus dilakukan untuk mendukung otonomi daerah.
Dia menegaskan, salah satu konsekuensi dari otonomi daerah adalah pemda mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat setempat dan melaksanakan pembangunan daerah.
“Desentralisasi fiskal ini adalah pintu masuk dari kemajuan daerah, di mana daerah diberikan kewenangan yang sebesar-besarnya untuk dapat mengelola dari pengeluaran maupun penerimaan pemerintah daerah,” kata Anggota VI BPK.
Nyoman menambahkan, salah satu faktor yang dapat meningkatkan kemampuan fiskal daerah adalah melalui strategi intensifikasi maupun ekstensifikasi. Yaitu dengan memperluas kewenangan daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai bagian dari PAD.
“Namun, untuk dapat memaksimalkan upaya peningkatan PAD dari masing-masing daerah, tentunya kembali menjadi kewenangan dan domain dari pimpinan pemerintah daerah.”