Terkait Rekomendasi BPK Soal Pencemaran Udara, Ini yang Dijalankan Pemprov DKI

by Admin 1
Ilustrasi DKI Jakarta (Sumber: Freepik)

JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan sedang menyiapkan grand design untuk mengendalikan pencemaran udara di Ibu Kota. Penyusunan grand design tersebut merupakan salah satu rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dari hasil Pemeriksaan Pengendalian Pencemaran Udara dari Transportasi Darat pada Pemprov DKI Jakarta tahun anggaran 2019.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto dalam wawancara tertulis dengan Warta Pemeriksa belum lama ini mengatakan, pemprov sedang menyusun payung hukum untuk menjalankan grand design tersebut. “Pada saat ini sedang dilakukan penyusunan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara yang menjadi salah satu rencana aksi di dalam Kegiatan Strategis Daerah (KSD) 71 Pengendalian Pencemaran Udara,” kata Asep.

“Pencapaian target peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui penurunan tingkat pencemaran udara dari kegiatan integrasi sistem transportasi publik dan manajemen rekayasa lalu lintas menjadi terhambat.”

Menurut dia, Dinas LH DKI juga berkomitmen menjalankan rekomendasi BPK lainnya. Rekomendasi itu adalah memasukkan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang memiliki target penurunan pencemaran udara secara terukur pada masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) yang bertanggung jawab memperbaiki kualitas udara.

“Dinas Lingkungan Hidup sedang menyusun Rancangan Peraturan Gubernur tentang Strategi Pengendalian Pencemaran Udara yang mana di dalam ranpergub tersebut akan terdapat rencana dan strategi aksi dari masing-masing OPD terkait dengan target penurunan emisi berdasarkan jenis pencemar,” katanya.

Saat ini, kata Asep, prosesnya masih dalam tahap konfirmasi data kepada masing-masing OPD dan akan dilakukan pembahasan lanjutan. Rekomendasi selanjutnya dari BPK adalah melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pihak di luar Pemprov DKI Jakarta, termasuk daerah penyangga. Koordinasi itu diperlukan untuk penyusunan dan implementasi strategi dan rencana aksi peningkatan kualitas udara secara simultan di DKI Jakarta.

Terkait hal itu, Asep menyebut telah  disusun Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan Pemerintah Kota Bekasi. Sebagai informasi, ada empat temuan utama terkait pemeriksaan pengendalian pencemaran udara dari transportasi darat pada Pemprov DKI.

Pertama, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki grand design pengendalian pencemaran udara yang komprehensif dalam upaya perbaikan kualitas udara. Penyusunan grand design belum mengakomodasi basis data inventarisasi emisi pencemaran udara yang berkesinambungan.

Selain itu, program Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) Pemprov DKI Jakarta masih bersifat sektoral dan belum terpadu. Akibatnya, perencanaan dan pelaksanaan program pengendalian pencemaran tidak terarah dan efektif dalam memperbaiki kualitas udara di DKI Jakarta.

Temuan kedua, Pemprov DKI Jakarta belum memiliki rencana aksi dan target konversi BBM ke BBG dan regulasi yang mendukung penerapan kebijakan bahan bakar ramah lingkungan yang memadai. Selain itu, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan program bahan bakar ramah lingkungan belum berjalan optimal di Provinsi DKI Jakarta. Akibatnya, kontribusi kebijakan bahan bakar ramah lingkungan terhadap pengendalian pencemaran udara tidak dapat dievaluasi.

Ketiga, penerapan kebijakan uji emisi kendaraan bermotor belum optimal dalam upaya meningkatkan kualitas udara. Pemprov DKI Jakarta dalam menentukan target kegiatan dan aktivitas pendukung belum konkret mengarah pada ukuran hasil, sistem pengujian emisi kendaraan bermotor belum dimutakhirkan, serta regulasi yang belum lengkap dan belum diterapkan sepenuhnya. Akibatnya, target peningkatan kualitas lingkungan hidup dari kegiatan uji emisi tidak efektif sehingga penurunan tingkat pencemaran udara dari kegiatan uji emisi tidak tercapai.

Sedangkan temuan terakhir, penerapan sistem transportasi publik yang terintegrasi serta manajemen rekayasa lalu lintas belum optimal dalam mendukung penurunan pencemaran udara di DKI Jakarta. Selain itu, pola manajemen rekayasa lalu lintas seperti pelaksanaan kebijakan ganjil genap dan kebijakan hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) belum optimal dalam mendukung upaya shifting ke transportasi publik. Akibatnya, pencapaian target peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui penurunan tingkat pencemaran udara dari kegiatan integrasi sistem transportasi publik dan manajemen rekayasa lalu lintas menjadi terhambat.

You may also like