JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Perbaikan iklim usaha dan peningkatan investasi menjadi salah satu strategi pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah, lapangan kerja, investasi di sektor riil, serta industrialisasi. Upaya tersebut dilakukan melalui perbaikan peringkat kemudahan berusaha dan penerapan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, yaitu Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA).
Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada sejumlah hal yang masih menghambat penerbitan izin berusaha melalui OSS RBA. salah satunya adalah belum selarasnya peraturan perizinan di tingkat pusat dan daerah.
Seperti disampaikan BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021, pemeriksaan kinerja terkait dengan upaya pemerintah dalam memperbaiki iklim usaha dan peningkatan investasi, dilakukan di dua kementerian/lembaga (K/L), yaitu Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pemeriksaan juga dilakukan di 41 pemerintah daerah (pemda), yang meliputi satu pemerintah provinsi (pemprov), 21 pemerintah kabupaten (pemkab), dan 19 pemerintah kota (pemkot).
“Kementerian Investasi/BKPM melalui Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama dalam LHP yang disampaikan BPK menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK bahwa terdapat ketidaksesuaian/disharmonisasi antara PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan peraturan pelaksananya.”
Ada beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha dan peningkatan investasi. BKPM, misalnya, sudah menetapkan peraturan pelaksanaan perizinan berusaha dan melakukan sosialisasi peraturan-peraturan tersebut kepada K/L, pemda, dan masyarakat. Selain itu, BKPM mengembangkan sistem OSS RBA dan meluncurkannya secara resmi pada 9 Agustus 2021 sebagai salah satu bentuk reformasi perizinan berusaha di Indonesia.
Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan, peraturan perizinan berusaha di tingkat pusat dan daerah belum sepenuhnya selaras dan lengkap untuk menjamin efektivitas penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko. “Akibatnya perizinan berusaha di seluruh sektor yang memerlukan persyaratan dasar perizinan berusaha belum dapat diterbitkan melalui sistem OSS RBA,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS II 2021.
BPK pun menemukan ada ketidakharmonisan antara Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dengan PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kinerja atas Efektivitas Peningkatan Daya Saing dan Penanaman Modal Tahun 2021-2022 yang dilakukan terhadap BKPM dan instansi terkait lainnya. “Ketidakharmonisan tersebut berkaitan dengan persyaratan dasar penerbitan perizinan berusaha,” demikian dikutip dari LHP BPK.
PP Nomor 5 Tahun 2021 Pasal 4 menetapkan, untuk memulai dan melakukan kegiatan usaha, pelaku usaha wajib memenuhi persyaratan dasar perizinan berusaha dan/atau perizinan berusaha berbasis risiko. Persyaratan dasar perizinan berusaha meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR), persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung (PBG), dan sertifikat laik fungsi (SLF).
Salah satu persyaratan dasar penerbitan perizinan berusaha sesuai ketentuan Pasal 5 PP Nomor 5 Tahun 2021 adalah persetujuan lingkungan. Persetujuan lingkungan merupakan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup yang telah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Ketentuan mengenai pelaksanaan teknis persetujuan lingkungan ditetapkan dalam PP Nomor 22 tahun 2021. Persetujuan Lingkungan diterbitkan melalui pengujian kelayakan Amdal, pemeriksaan formulir upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL), atau penerbitan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL).
Dalam sistem OSS, pengujian dokumen Amdal dilakukan untuk penerbitan surat keputusan kelayakan lingkungan hidup (SKKLH). Sedangkan persetujuan atas dokumen UKL-UPL ditetapkan dalam persetujuan pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup (PKPLH).
“Hasil pemeriksaan terkait pengajuan permohonan persetujuan lingkungan diketahui terdapat ketidakharmonisan persyaratan pengajuan dokumen Amdal dan formulir UKL-UPL dengan perizinan berusaha (PB) untuk menunjang kegiatan usaha (UMKU) pada PP Nomor 5 Tahun 2021.”
Pasal 26 PP Nomor 22 tahun 2021 menetapkan bahwa Amdal terdiri atas formulir kerangka acuan, analisis dampak lingkungan (Andal), dan RKL-RPL. Pengajuan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL harus dilengkapi dengan persetujuan teknis.
Persetujuan teknis terdiri atas pemenuhan baku mutu air limbah, baku mutu emisi, pengelolaan limbah B3, dan/atau analisis mengenai dampak lalu lintas. Kemudian, pasal 57 PP Nomor 22 Tahun 2021 menetapkan bahwa pengajuan formulir UKL-UPL dilengkapi dengan persetujuan teknis. Persetujuan teknis terdiri atas pemenuhan baku mutu air limbah, baku mutu emisi, pengelolaan limbah B3, dan/atau analisis mengenai dampak lalu lintas.
Hasil pemeriksaan menunjukkan PP Nomor 5 Tahun 2021 di sektor transportasi menetapkan bahwa persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas (Andalalin) sebagai salah satu PB UMKU sektor transportasi. “Hal tersebut berdampak pada tidak dapat terpenuhinya dokumen persetujuan teknis dalam pengajuan permohonan SKKLH dan PKPLH.”
Ada sejumlah rekomendasi yang disampaikan BPK kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM. Salah satu rekomendasi itu adalah berkoordinasi dengan menteri/pimpinan lembaga terkait untuk menginventarisasi dan menyelaraskan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko.
Beberapa regulasi yang perlu diselaraskan adalah PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan PP Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Kementerian Investasi/BKPM melalui Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama dalam LHP yang disampaikan BPK menyatakan sependapat dengan hasil pemeriksaan BPK bahwa terdapat ketidaksesuaian/disharmonisasi antara PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan peraturan pelaksananya.
Untuk itu, Kementerian Investasi/BKPM terus berkoordinasi dengan K/L/I terkait dalam rangka harmonisasi PP Nomor 5 Tahun 2021 dengan peraturan K/L/I. Koordinasi dilakukan dalam rangka penyesuaian penanaman dalam sistem OSS dan sebagai masukan untuk perubahan/revisi PP Nomor 5 tahun 2021 yang sedang dilaksanakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.