JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melaksanakan pemeriksaan kinerja atas satu objek pemeriksaan pemerintah pusat terkait kegiatan prioritas peningkatan citra positif di dunia internasional. Pemeriksaan tersebut yaitu efektivitas pemasaran pariwisata Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) tahun anggaran 2021.
Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional 2011 sampai 2025, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011, pengembangan citra pariwisata merupakan bagian dari pemasaran pariwisata. Hal tersebut juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 8, yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua.
Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan beberapa upaya pemerintah dalam peningkatan citra positif. Upaya tersebut antara lain, Kemenparekraf telah melakukan penyusunan strategi komunikasi pemasaran terpadu untuk dijadikan pedoman dalam melakukan pemasaran pariwisata Indonesia.
Kemenparekraf juga melakukan penyusunan pedoman pengukuran brand awareness untuk mengetahui tingkat awareness wisatawan terhadap brand Wonderful Indonesia. Selain itu, hasil pemeriksaan mengungkapkan 12 temuan yang memuat permasalahan.
Beberapa di antaranya, yaitu pelaksanaan perwakilan promosi pariwisata di luar negeri/Visit Indonesia Tourism Officer (VITO) belum didukung dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Serta belum diperbaharui sesuai dengan kondisi terkini.
Selain itu, penetapan target VITO tidak didukung antara lain oleh kesepakatan target key performance indicator (KPI) yang dituangkan dalam dokumen yang ditandatangani Kemenparekraf dan VITO serta relevansi target KPI VITO dengan scope of work pada SK Penunjukan VITO. Akibatnya, komunikasi pemasaran menjadi tidak sepenuhnya optimal.
Upaya peningkatan daya saing pariwisata melalui Travel and Tourism Competitiveness Index/Travel Tourism Development Index (TTCI/TTDI) belum sepenuhnya memadai. Hal itu di antaranya, yaitu tim kerja lintas sektor yang dibentuk dalam rangka peningkatan indeks TTCI/TTDI, dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya belum sepenuhnya didukung dengan NSPK yang memadai. Khususnya dalam hal pemutakhiran data TTCI/TTDI.
“Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan beberapa upaya pemerintah dalam peningkatan citra positif. Upaya tersebut antara lain, Kemenparekraf telah melakukan penyusunan strategi komunikasi pemasaran terpadu untuk dijadikan pedoman dalam melakukan pemasaran pariwisata Indonesia.”
Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan serta monitoring dan evaluasi. Tim kerja lintas sektor juga belum berfungsi optimal dan eksistensinya belum sepenuhnya dilakukan pembaharuan secara berkelanjutan.
Kemudian, pelaksanaan koordinasi lintassektor dalam pengolahan dan pemutakhiran data TTCI/TTDI belum mencakup semua indikator di dalam dashboard indikator penguatan sektor pariwisata (IPKN) dan TTDI belum terintegrasi. Pelaporan hasil koordinasi strategis lintassektor dalam pengelolaan indeks TTCI/TTDI tidak mencantumkan program-program yang akan dilakukan untuk meningkatkan indeks TTCI/TTDI berikut dengan target pencapaian dan hasil pencapaiannya.
Kemudian, tidak memuat progres penyelesaian tindak lanjut dari rencana aksi yang telah disepakati dari hasil rapat koordinasi strategis lintas sektor yang telah dilakukan, serta tidak memuat progres penyelesaian pemutakhiran data yang dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait. Selain itu, tidak terdapat mekanisme monitoring dan evaluasi terhadap tindak lanjut rencana aksi hasil rapat koordinasi strategis lintassektor pada 2021 dan 2022. Akibatnya, upaya peningkatan daya saing pariwisata menjadi kurang optimal.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif agar menginstruksikan Deputi Bidang Pemasaran untuk menetapkan NSPK yang mutakhir. Ini mengatur penyelenggaraan VITO secara komprehensif mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, serta monitoring dan evaluasi.
Kemudian, menetapkan perjanjian kinerja dengan VITO yang secara jelas mengatur hak dan kewajiban dan target KPI beserta penjelasan detail lainnya yang terkait sesuai scope of work. Selain itu, perlu memerintahkan subkoordinator VITO untuk segera menyempurnakan perjanjian kinerja VITO sesuai dengan scope of work dan melakukan monitoring dan evaluasi secara tepat waktu.
Menparekraf juga perlu membentuk tim kerja lintas sektor secara konsisten dengan pembagian tugas dan fungsi yang jelas pada struktur organisasi tim kerja lintas sektor dan membentuk sekretariat untuk meningkatkan kinerja tim kerja lintassektor dalam rangka peningkatan indeks TTCI/TTDI. Selain itu, perlu juga memerintahkan tim kerja lintassektor untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai yang telah ditetapkan.