JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan kinerja atas penyediaan infrastruktur penyiaran digital dalam rangka mendukung implementasi analog switch off (ASO) di lembaga penyiaran publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) dan instansi terkait lainnya tahun anggaran 2021 dan 2022. Dikutip dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dirampungkan pada Januari 2023 tersebut, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK), mengamanatkan penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi. Termasuk di dalamnya migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital atau ASO.
Dari pemeriksaan tersebut, BPK mencatat adanya upaya yang dilakukan oleh LPP TVRI dalam mewujudkan penyediaan infrastruktur penyiaran digital dalam rangka mendukung implementasi ASO yang optimal. Ini dilakukan dengan tercapainya target jumlah penduduk yang terlayani siaran digital secara nasional sebesar minimal 70 persen.
Namun, di luar dari capaian di atas, BPK menemukan empat masalah pokok yang dapat mengganggu keberhasilan penyediaan infrastruktur penyiaran digital dalam rangka mendukung implementasi ASO yang optimal. Hal itu yakni perencanaan pengadaan dan distribusi kurang efektif. Selain itu, terdapat kelemahan dalam pengelolaan penyediaan infrastruktur secara keseluruhan sebagai dampak dari ketidakcukupan alokasi anggaran dan tidak memadainya manajemen risiko.
Kemudian, pengadaan infrastruktur juga kurang efektif, khususnya terkait proses tender pemancar di 17 lokasi yang dinilai tidak kompetitif dan melewati jadwal ASO. Meskipun LPP TVRI telah mencapai target nasional sebagaimana disebutkan dalam RPJMN 2020 sampai 2024, cakupan penduduk yang terlayani siaran digital di setiap wilayah layanan masih belum merata.
“BPK pun merekomendasikan kepada direktur utama LPP TVRI, antara lain untuk membuat desain manajemen risiko pengelolaan pelaksanaan transformasi digital. Dirut LPP TVRI juga perlu membentuk dan menetapkan unit kerja pengadaan barang dan jasa (UKPBJ) sebagai unit kerja struktural.”
Dari 225 wilayah siaran, hanya 65 wilayah yang memiliki cakupan penduduk terlayani minimal sebesar 70 persen. Sedangkan sisanya sebanyak 66 wilayah layanan masih memiliki cakupan penduduk terlayani di bawah 70 persen dan 94 wilayah lainnya belum terlayani siaran digital sama sekali.
Manajemen pascainstalasi juga dianggap kurang efektif. Hal tersebut dinilai dari kurangnya kesiapan LPP TVRI dalam menyediakan sistem perangkat cadangan serta pemeliharaan dan perbaikan yang kurang memadai. Selain itu terdapat juga permasalahan interferensi yang belum tertangani secara memadai serta belum tersedianya sistem monitoring kualitas penyiaran yang andal.
“Atas permasalahan tersebut, BPK menyimpulkan bahwa penyediaan infrastruktur penyiaran digital dalam rangka mendukung implementasi ASO pada LPP TVRI tahun anggaran 2021 dan 2022 kurang efektif,” ungkap BPK dalam LHP tersebut.
BPK pun merekomendasikan kepada direktur utama LPP TVRI, antara lain untuk membuat desain manajemen risiko pengelolaan pelaksanaan transformasi digital. Dirut LPP TVRI juga perlu membentuk dan menetapkan unit kerja pengadaan barang dan jasa (UKPBJ) sebagai unit kerja struktural.
Selain itu, BPK merekomendasikan kepada dirut LPP TVRI agar menginstruksikan direktur teknik untuk berpedoman kepada persyaratan dan ketentuan yang diatur dalam Permenkominfo dalam melakukan perencanaan penyediaan infrastruktur penyiaran digital. Termasuk melakukan pembaruan data parameter aplikasi CHIRplus_BC pada saat melakukan monitoring dan evaluasi indikator sasaran strategis populasi yang terlayani penyiaran digital.
Sementara itu, LPP TVRI telah menyatakan menerima keseluruhan temuan dan simpulan BPK dan akan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang diberikan.