JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun mengingatkan pentingnya penerapan ekonomi hijau (green economy) yang saat ini menjadi perhatian global. Dalam konteks Indonesia, ekonomi hijau merupakan salah satu strategi utama transformasi ekonomi dalam jangka menengah dan jangka panjang.
“Ekonomi hijau dapat mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 serta mendorong terciptanya pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” kata ketua BPK saat menghadiri kegiatan “Seminar Internasional Peringatan HUT ke-66 Ikatan Akuntan Indonesia” di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ketua BPK menambahkan, mengacu kepada deklarasi para pemimpin negara-negara G-20 di Bali pada November 2022, ekonomi hijau bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial. Khususnya dengan menyinergikan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Konsep ekonomi hijau bertujuan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (Sustainable Development Goals) , the United Nations Framework on Climate Change (UNFCCC), the Paris Agreement, dan the Sendai Framework.
Konsep ekonomi hijau juga telah digaungkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) yang mendefinisikan ekonomi hijau sebagai konsep yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial. Kemudian secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan kerusakan ekologi.
“Secara sederhana, ekonomi hijau dipandang sebagai ekonomi yang rendah karbon, efisien dalam penggunaan sumber daya, dan bersifat inklusif secara sosial,” ujar Ketua BPK.
Dengan memperhatikan konsep ekonomi hijau tersebut, program transformasi ekonomi yang inklusif harus mencakup sejumlah upaya. Pertama, mempercepat penghapusan kemiskinan melalui program perlindungan sosial.
Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, terutama pada aspek kesehatan dan pendidikan. Ketiga, menyediakan lapangan kerja yang layak. Keempat, mempercepat pembangunan infrastruktur dasar seperti air bersih, sanitasi, dan transportasi publik.
“Sedangkan transformasi ekonomi yang berkelanjutan harus mencakup kebijakan pembangunan rendah karbon dan transisi energi yang diarahkan pada pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) , penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), penanganan perubahan iklim, serta pelestarian lingkungan dan mitigasi bencana, ” kata Ketua BPK.