JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memperkuat aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Berdasarkan pemeriksaan BPK, terdapat sejumlah program terkait lingkungan hidup yang masih perlu diperbaiki pemerintah.
BPK sebelumnya sudah melakukan pemeriksaan kinerja atas aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya tahun anggaran 2021-semester I 2023 yang dilaksanakan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan instansi terkait lainnya.
Seperti dikutip dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2023, salah satu temuan BPK mengungkapkan bahwa pemantauan atas data deforestasi belum merinci antara deforestasi terencana (planned deforestation) dan deforestasi tidak terencana (unplanned deforestation). Sebab, perhitungan deforestasi dilakukan berdasarkan analisis perbedaan tutupan lahan di awal dan akhir periode.
Selain itu, data deforestasi juga belum dapat memerinci kontribusi dari masing-masing kegiatan yang dapat menurunkan deforestasi terhadap penurunan luas deforestasi. Tidak koherennya klasifikasi target dengan pelaporan berpotensi mengakibatkan monitoring dan evaluasi tidak dapat dilakukan secara optimal terhadap target yang telah ditetapkan di awal.
“Hal tersebut mengakibatkan Kementerian LHK belum dapat memerinci kontribusi dari masing-masing kegiatan yang dapat menurunkan deforestasi terhadap realisasi penurunan luas deforestasi,” tulis BPK dalam IHPS II 2023.
BPK telah merekomendasikan Menteri LHK agar Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) bersama Dirjen PKTL mengoptimalkan koordinasi dengan satker lain yang terkait untuk menyusun standar pengukuran dan penilaian upaya penurunan deforestasi yang memisahkan antara deforestasi terencana dan tidak terencana sebagai aksi mitigasi perubahan iklim.
Temuan BPK lainnya adalah hasil dari kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) belum dapat dipastikan kontribusinya terhadap aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Berdasarkan kriteria tutupan lahan Ditjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), RHL vegetatif dapat dinilai berhasil dalam jangka waktu (rata-rata) lebih dari 5 tahun, yaitu setelah tutupan tajuk lebih besar dari 30 persen, ketinggian pohon minimal 5 meter, dan parameter hutan luasan minimal 6,25 ha.
Sedangkan kriteria hasil penanaman kegiatan RHL yang dapat diidentifikasi sebagai hutan masih relatif rendah oleh Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) yaitu berkisar antara 0,88- 20,55 persen tutupan tajuk dari luasan yang ditanam. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa terdapat perbedaan kriteria keberhasilan pelaksaan RHL antara Ditjen PDASRH selaku penanggung jawab kegiatan RHL dengan Ditjen PKTL selaku pihak yang melakukan pengukuran terkait dengan kinerja keberhasilan tanaman RHL.
Akibat permasalahan itu, target kegiatan RHL berupa reforestasi berpotensi tiak tercapai, dampak kegiatan RHL sebagai salah satu aksi adaptasi belum dapat dinilai secara akurat, dan pembagian urusan pemerintahan pemerintahan bidang kehutanan belum dijabarkan secara jelas.
BPK telah merekomendasikan Menteri LHK agar Dirjen PDASRH untuk berkoordinasi dengan Dirjen PKTL untuk menyusun dan menetapkan standar pengukuran keberhasilan kegiatan RHL.
Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan kinerja atas aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya mengungkapkan 9 temuan yang memuat 9 permasalahan ketidakefektifan.