JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan mempertajam pemeriksaan dengan meningkatkan fokus ke akun berisiko tinggi, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan fokus tersebut yakni terhadap pinjaman daerah, belanja bantuan sosial dan hibah, belanja modal, dan manajemen kas.
“Kita akan back to standard. Kita akan melakukan pemeriksaan secara tajam terhadap berbagai hal,” katanya dalam rapat koordinasi pelaksana BPK di Jakarta, belum lama ini.
Agung menambahkan untuk pinjaman daerah, selain prosedur standar yang umum dilakukan, pemeriksa perlu mencermati variasi praktik pinjaman daerah yang lain.
“Jangan hanya berpedoman pada definisi formal pinjaman. Misalnya pemda melakukan pekerjaan yang belum dianggarkan pada tahun berjalan, tahun depan diakui sebagai pinjaman,” katanya.
Akun berikutnya yang perlu diperhatikan, sambung Agung, adalah belanja hibah dan bantuan sosial (bansos). Hal itu terutama perlu dicermati dengan adanya Pemilu serentak pada 2019.
Asersi laporan keuangan yang paling signifikan untuk akun belanja hibah dan bansos adalah asersi keterjadian transaksi benar telah terjadi dan berkaitan dengan entitas.
“Pemeriksa perlu memastikan hibah dan bansos tidak dilakukan terus menerus ke pihak yang sama, dokumen pertanggungjawaban lengkap, dan memberikan manfaat,” kata Agung.
Belanja Modal
Untuk belanja modal, Ketua BPK menyampaikan uji petik tidak harus selalu diarahkan pada belanja modal bernilai besar. Hal ini perlu dilakukan untuk menutup fraud pada belanja modal rendah.
Agung mengatakan BPK juga akan meningkatkan fokus perhatian terhadap manajemen kas. Sama halnya dengan belanja modal, seluruh asersi laporan keuangan akun kas penting dicermati pemeriksa.
Selain pengujian pengendalian dan pengujian substantif yang rutin dilaksanakan, sambungnya, ada satu prosedur khusus yang perlu diterapkan untuk pemeriksaan tahun 2020.
“Yaitu cash opname secara mendadak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Ini untuk mencapai tujuan utama cash opname tersebut, yaitu melihat kualitas manajemen kas entitas,” katanya.
Pada bidang nonpemeriksaan, BPK akan melanjutkan implementasi Supreme Audit Institution Performance Measurement Framework (SAI PMF) yang dimulai tahun lalu.
Agung berharap, SAI PMF dapat dilembagakan sebagai penilaian kinerja kelembagaan BPK. Salah satunya komunikasi, seperti dengan slogan ‘Akuntabilitas untuk Semua’ atau ‘Accountability for All’.
Hal ini dimaksudkan agar publik semakin memahami arti penting akuntabilitas keuangan negara. “Saya mengharapkan slogan ini dapat diwujudkan, melalui berbagai kegiatan,” kata Agung. (Rd)