JAKARTA, WARTA PEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Mei lalu telah menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2019. Salah satu hasil pemeriksaan yang signifikan yakni pemeriksaan kinerja atas efektivitas program pensiun PNS, TNI, dan Polri untuk menjamin perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua tahun 2018 hingga semester I tahun 2019.
Pemeriksaan itu dilaksanakan pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu), KemenPANRB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), PT Taspen (Persero), dan PT Asabri (Persero). Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan, program pensiun PNS, TNI, dan Polri untuk menjamin perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua tidak efektif. Hal itu disebabkan tata kelola penyelenggaraan jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri belum diatur secara lengkap dan jelas serta belum disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundangan yang berlaku.
Pemerintah belum menetapkan peraturan pelaksanaan terkait jaminan pensiun PNS sesuai amanat UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yaitu paling lambat 2 tahun sejak UU diundangkan.
Sementara itu, dalam pelaksanaan pengelolaan pensiun, masih terdapat beberapa permasalahan, di antaranya belum ada peraturan yang jelas mengenai pengelola program pensiun, belum ada penunjukan dewan pengawas yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pengelolaan program pensiun, dan belum ada penetapan besaran iuran pemerintah selaku pemberi kerja pensiun sejak tahun 1974.
Akibatnya, pertanggungjawaban pelaksanaan program pensiun PNS, TNI, dan Polri oleh Pemerintah untuk menjamin perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua belum transparan dan akuntabel, serta belum tercapainya tujuan reformasi program pensiun PNS, TNI, dan Polri sebagaimana diamanatkan dalam UU ASN dan sesuai dengan jaminan sosial nasional.
Pemerintah juga belum menyusun peraturan pelaksanaan terkait pengalihan program Pensiun PNS, TNI, dan Polri kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagaimana amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. UU tentang BPJS tersebut mengamanatkan penyelesaian pengalihan bagian program Pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029.
Hal itu menyebabkan pelaksanaan program pensiun saat ini belum dapat menjamin kesejahteraan pensiunan PNS, TNI, dan Polri sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan UU Nomor 40 tentang SJSN.
Rekomendasi BPK
Terkait tata kelola penyelenggaraan jaminan pensiun PNS, TNI, dan Polri tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan agar berkoordinasi dengan Menteri PANRB yang berwenang menetapkan kebijakan tentang sistem pensiun PNS serta instansi terkait lainnya.
BPK juga merekomendasikan kepada Menteri PANRB agar menyusun rencana penyelesaian peraturan pelaksanaan mengenai pengelolaan program jaminan pensiun, serta ketentuan gaji, tunjangan, dan fasilitas sesuai amanat UU Nomor 2014 tentang ASN. Selain itu, Menteri PANRB perlu menyusun rencana penyelesaian peraturan pelaksanaan terkait pengalihan program pensiun PNS, TNI, dan Polri yang sesuai kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana amanat UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Rekomendasi lainnya, Menteri Keuangan agar melakukan monitoring dan evaluasi secara periodik atas tindak lanjut pengendalian risiko dan perbaikan kinerja investasi saham yang dilakukan oleh PT Asabri dan tindak lanjut penjaminan investasi penyertaan langsung kepada PT WTR yang lebih aman dan konservatif oleh PT Taspen. Menteri Keuangan perlu pula menetapkan ketentuan sanksi atas adanya penurunan dana AIP dan/atau capaian hasil investasi AIP yang tidak mencapai target oleh badan penyelenggara.
Kemudian, Menteri Keuangan direkomendasikan agar meminta direktur PT Asabri untuk menetapkan pengendalian risiko investasi saham saat pembelian dan apabila saham mengalami penurunan nilai, serta membuat action plan dan tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja investasi saham pada PT Asabri yang tidak memenuhi prinsip kehati-hatian dan sudah mengalami penurunan nilai.