WARTA PEMERIKSA — Pemerintah berencana memperpanjang dana otonomi khusus (otsus) untuk Provinsi Papua dan Papua Barat yang sedianya berakhir pada 2021. Lalu, bagaimana sebenarnya efektivitas pemanfaatan Dana Otsus selama ini?
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan kinerja atas Dana Otsus tahun anggaran 2017, 2018, dan kuartal I 2019. Pemeriksaan dilakukan pada Pemprov Papua dan Papua Barat. Pemeriksaan juga dilakukan pada pemkab/pemkot di wilayah Papua dan Papua Barat serta instansi terkait lainnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, masih terdapat permasalahan yang apabila tidak segera diatasi dapat memengaruhi efektivitas penggunaan Dana Otsus dalam mendukung upaya pencapaian tujuan pelaksanaan otsus sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Otonomi Khusus.
Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK Dori Santosa menyampaikan, pemeriksaan Dana Otsus pada Pemprov Papua menemukan bahwa regulasi terkait penggunaan dana yang diamanatkan UU Otsus belum sepenuhnya memadai. “Turunan dari undang-undang ini, yaitu Perdasi (Peraturan Daerah Provinsi) dan Perdasus (Peraturan Daerah Khusus), belum semuanya diterbitkan,” kata Dori pada April lalu.
Pemprov Papua saat ini telah memiliki 9 Perdasus dan 16 Perdasi yang mengatur 25 dari 31 substansi yang diamanatkan oleh UU Otsus. Dori mengungkapkan, Perdasi dan Perdasus tentang kewenangan daerah belum disusun. Penyusunan aturan turunan itu terkendala perbedaan cara pandang antara Pemprov Papua dan pemerintah pusat terhadap kewenangan yang dimiliki pemda dalam rangka otsus. Sehingga, kewenangan yang dimiliki oleh Pemprov Papua hanya mengacu pada regulasi secara umum, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal ini mengakibatkan kewenangan Pemprov Papua dalam penggunaan Dana Otsus hanya bersifat umum seperti pemprov lainnya. “Pemprov Papua ingin agar Dana Otsus total ditangani mereka, sementara pemerintah ingin agar dana ini tetap diawasi dan bisa dikontrol pusat,” kata Dori.
Permasalahan lainnya adalah perencanaan penggunaan Dana Otsus yang belum seluruhnya memadai. Pemprov Papua dan pemkab/pemkot belum memiliki perencanaan penggunaan Dana Otsus. Selain itu, pemda tak memiliki program/kegiatan yang berkelanjutan dan terukur. Akibatnya, sasaran yang ingin dicapai dari Dana Otsus tidak dapat diukur dan dievaluasi setiap tahapnya dan belum dapat dinilai keberhasilannya.
Kendati demikian, Dori menegaskan BPK tak mengecilkan upaya yang sudah dilakukan pemerintah pusat maupun derah terkait penggunaan Dana Otsus.
Permasalahan penggunaan Dana Otsus di Papua Barat tak jauh berbeda. Hasil pemeriksaan BPK menemukan bahwa Perdasus dan Perdasi yang terkait langsung dengan ketentuan penggunaan dana belum ditetapkan, yang antara lain memuat substansi terkait kewenangan pemprov dan masing-masing pemkab/pemkot; ketentuan pembagian penerimaan dalam rangka pelaksanaan otsus; pembangunan pendidikan; kesehatan dan perbaikan gizi; usaha-usaha perekonomian; serta perolehan pekerjaan dan penghasilan yang layak, khususnya bagi orang asli papua (OAP).
Kondisi tersebut mengakibatkan penggunaan Dana Otsus belum terarah pada tujuan jangka panjang yang berkelanjutan dan belum terkoordinasi secara memadai dengan penggunaan sumber dana lainnya. Dori menambahkan, secara umum ada juga permasalahan terkait data, terutama indikator kesejahteraan OAP yang belum diketahui.
Selain itu, pemanfaatan Dana Otsus selama ini tidak spesifik disebutkan, karena tercampur dalam APBD. Ia mengungkapkan, secara tertulis tidak ada yang menjelaskan atau minimal memisahkan penggunaan Dana Otsus dalam APBD.
“Sementara masyarakat tidak tahu itu, makanya warga asli Papua sering menyebut mereka tidak merasakan atau melihat dampak pembangunan dari Dana Otsus. Maka dari itu, sering kali pembangunan infrastruktur, misalnya jembatan, disebutkan bahwa ini dibangun dari Dana Otsus.”
Ia mengaku sudah merekomendasikan agar daerah, baik kabupaten/kota dan provinsi memisahkan pembangunan yang bersumber dari Dana Otsus. Pemisahan ini akan memudahkan pemeriksaan dan mengukur efektivitas penggunaan Dana Otsus bagi Orang Asli Papua.
Untuk Gubernur Papua, BPK merekomendasikan untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat terkait kewenangan daerah dalam penggunaan Dana Otsus. Kemudian, Bappeda Papua didorong berkoordinasi intensif dengan kabupaten/kota untuk penyusunan perencanaan jangka panjang dan menengah khusus untuk penggunaan Dana Otsus. “Hal ini agar arah pembangunan lebih jelas dan terukur,” ungkap dia.
Khusus Papua Barat, BPK merekomendasikan kepada Ketua DPRD Papua Barat dan Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk memprioritaskan penyusunan Perdasus dan Perdasi. Selain itu menyusun data OAP, sehingga memiliki basis data yang jelas agar terukur upaya pengentasan kemiskinan di wilayah Papua Barat.