Berbagai pemangku kepentingan memberikan perhatian serius terhadap penggunaan Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) Papua dan Papua Barat. Tak terkecuali Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI sebagai lembaga negara yang menjadi kepanjangan tangan masyarakat di daerah.
Kepada Warta Pemeriksa, Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti pada April lalu menjelaskan secara panjang lebar mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan DPD dalam membantu mengawasi Dana Otsus. La Nyalla juga menyampaikan sejumlah harapannya kepada pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berikut petikan wawancaranya:
Program atau kebijakan apa saja yang didorong DPD RI terkait penggunaan Dana Otsus Papua dan Papua Barat?
Pansus Papua DPD RI pada 25 Februari 2020 melakukan rapat dengan Wakil Menteri Keuangan. Secara prinsip ada 3 hal yang disepakati. Pertama, Pansus Papua DPD RI meminta Menteri Keuangan RI untuk lebih mendorong daerah agar lebih memprioritaskan penggunaan Dana Otsus Papua pada upaya peningkatan kesejahteraan dan pelayanan publik dengan memfokuskan pada sektor pendidikan dan kesehatan, dengan memperhatikan karakteristik demografi, sosial-ekonomi, adat, budaya dan politik-keamanan, baik untuk provinsi Papua maupun provinsi Papua Barat dengan tata kelola yang baik.
Kedua, Pansus Papua DPD RI meminta Menteri Keuangan RI melakukan evaluasi total terhadap tata kelola Dana Otsus Papua. Terakhir, Pansus Papua DPD RI meminta Pemerintah untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi secara intensif dengan jajaran pemerintahan di Papua dan Papua Barat dalam melakukan pengawasan atas pengelolaan Dana Otsus yang lebih efektif dan optimal.
Pansus DPD RI juga telah menggelar rapat kerja dengan BPK pada 28 Februari 2020. Ada beberapa hal yang disepakati. Pansus Papua DPD RI meminta BPK lebih mengintensifkan koordinasi dengan pemerintah daerah (provinsi, kota/kabupaten) dan memfasilitasi koordinasi intern antar-pemda, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota. Tujuannya untuk meningkatkan efektivitas penggunaan Dana Otsus guna mendukung upaya pencapaian tujuan pelaksanaan Otsus sebagaimana diamanatkan dalam UU Otsus.
Selain itu, Pansus Papua DPD RI meminta BPK mengoptimalkan perannya dalam melakukan monitoring/pemantauan dan evaluasi pemanfaatan Dana Otsus. Kami juga meminta BPK membantu memberikan masukan terhadap penyusunan grand design pembangunan atas pemanfaatan Dana Otsus, terutama dalam aspek pemantauan dan pengawasan sesuai dengan wewenang, tugas, dan fungsi BPK dengan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan pemda terkait. Secara prinsip, Dana Otsus masih dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan Papua yang sudah puluhan tahun tertinggal dengan provinsi lain di Indonesia. Namun demikian, perlu dilakukan evaluasi total terhadap tata kelola Dana Otsus agar lebih memberikan manfaat bagi pembangunan di Papua dan kesejahteraan masyarakat Papua, khususnya bagi Orang Asli Papua (OAP).
Apakah keputusan pemerintah memperpanjang penyaluran Dana Otsus Papua dan Papua Barat merupakan langkah yang tepat? Apa yang menjadi catatan bagi DPD RI?
Menjelang berakhirnya Dana Otsus pada Oktober 2021, ini seharusnya menjadi tonggak baru, momentum untuk meletakkan dasar kembali kebijakan baru yang benar-benar berasal dari kehendak dan partisipasi masyarakat Papua. Namun demikian, proses ini hendaknya jangan dimaknai sebagai pintu untuk membuka referendum bagi lepasnya Papua, melainkan justru membuka pintu mengukuhkan hubungan yang jauh lebih baik, dan //trusted// antara pemerintah pusat dengan segenap pemangku kepentingan, khususnya elite politik di Papua, baik di Provinsi Papua maupun di Papua Barat.
Dalam menjalankan amanah dari Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, UU Nomor 21 tahun 2001 jo. UU Nomor 35 tahun 2008 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Barat, pemerintah telah memberikan dukungan dana berupa pengalokasian Dana Otsus dalam APBN.
Dana Otsus tersebut merupakan salah satu jenis belanja Transfer Ke Daerah dalam APBN yang besarannya ditentukan dalam persentase tertentu dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) nasional dan berlaku dalam jangka waktu tertentu. Dana Otsus Papua dan Papua Barat ditentukan setara 2 persen dari pagu DAU nasional dan berlaku selama 20 tahun (2002-2021).
Dana Otsus pertama kali dialokasikan sebesar Rp1,4 triliun pada tahun 2002 untuk Provinsi Papua, sedangkan Provinsi Papua Barat baru mendapatkan Dana Otsus pada tahun 2009 dengan alokasi sebesar Rp1,1 triliun. Selama periode 2002-2018, besaran Dana Otsus untuk kedua provinsi tersebut meningkat tiap tahun dan secara kumulatif telah mencapai Rp142,5 triliun.
Di sisi lain, perkembangan kinerja indikator kesejahteraan dan perekonomian di daerah otonomi khusus menunjukkan capaian yang semakin membaik meskipun perbaikannya tidak secepat daerah lainnya.
Menurut Anda, hal apa saja yang perlu diperbaiki pemerintah dalam penyaluran Dana Otsus?
Masih tingginya peran Dana Otsus sebagai sumber Pendapatan Daerah di Provinsi Papua, Papua Barat, menjadi landasan pentingnya pemerintah melakukan upaya peningkatan efektivitas pengelolaan Dana Otsus agar dapat memberikan dampak yang cukup signifikan dalam mendorong percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di daerah Otsus.
Langkah perbaikan yang akan dilakukan pemerintah hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan. Memasuki masa transisi menjelang berakhirnya Dana Otsus Papua dan Papua Barat pada tahun 2021, pemerintah perlu segera menentukan //exit strategy//, antara lain dengan meningkatkan efektivitas pengelolaan Dana Otsus agar mencapai output dan outcome optimal sampai dengan berakhirnya implementasi Dana Otsus Papua dan Papua Barat tahun 2021 serta mempertimbangkan urgensi dan opsi kebijakan keberlanjutan pemberian Dana Otsus Papua dan Papua Barat.