WARTA PEMERIKSA – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agung Firman Sampurna sedari awal menyatakan BPK akan terus melakukan pembenahan. Termasuk di antaranya mengubah citra dari lembaga stempel WTP menjadi badan yang ikut dalam menjaga keuangan negara dari penyimpangan. Terkait hal tersebut, Auditor Utama Keuangan Negara VII Akhsanul Khaq menjelaskan, BPK dalam fungsi mengawal harta negara, melakukan pemeriksaan dari hulu hingga hilir, tak terkecuali soal investasi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
BPK melakukan pemeriksaan dan mengeluarkan rekomendasi tata kelola keuangan serta investasi agar BUMN tidak merugi, terutama dari kemungkinan investasi berisiko. “Paling penting dari kami dalam setiap rekomendasi investasi BUMN adalah menjaga prinsip kehati-hatian,” kata Akhsanul pada Maret lalu.
Setiap BUMN memiliki kekhasan tersendiri dalam berinvestasi. BUMN energi, misalnya, bisa berinvestasi dalam bentuk pembuatan kilang dan akuisisi perusahaan di bidang eksplorasi dan eksploitasi. Kemudian BUMN infrastruktur, berinvestasi dalam pembangunan jalan tol atau akuisisi badan usaha jalan tol. Sektor perkebunan investasinya dalam bentuk akuisisi pabrik gula dan sektor keuangan bisa berupa dalam jaringan ATM demi memperlancar transaksi.
“Ada juga dalam arti sempit, investasi dalam bentuk surat berharga, yaitu saham, obligasi dan reksa dana. Walau misalnya BUMN energi melakukan investasi obligasi, bukan untuk mencari untung tapi mengolah kelebihan keuntungan perusahaan agar optimal,” ucap dia kepada Warta Pemeriksa.
Dalam menelisik proses investasi BUMN, BPK melakukan pemeriksaan mulai dari perencanaan (rencana kerja perusahaan), pelaksanaan, dan kondisi terkini. “Dalam proses perencanaan tentu ada rencana kerja perusahaan, di mana sudah dibahas di Rapat Umum Pemegang Saham. Selain itu juga ada kajian kelayakan investasi,” ungkap dia.
Dalam proses akuisisi, BPK juga memeriksa nilai investasi berdasarkan angka yang dikeluarkan jasa penilai investasi. Berikutnya, BPK memeriksa kelayakan investasi, terutama faktor risiko. “Apakah ada risiko, misalnya risiko hukum, apakah objeknya memiliki sengketa atau juga misalnya kita melihat seperti apa prospek dari investasi yang dilakukan.”
Studi kelayakan lain adalah memeriksa nett present value dan internal rate return. “Saat dieksekusi, atau dinyatakan layak, apakah syarat-syarat dipenuhi, terutama terkait kontrak. Bahkan BPK memeriksa, apakah setelah dilakukan akuisisi, BUMN mengeluarkan uang kembali untuk perbaikan. Misalnya akuisisi jalan tol, tapi ternyata banyak kerusakan,” ungkap dia. Pemeriksaan ini penting untuk meminimalkan kerugian atau potensi kerugian.
BPK usai pemeriksaan memberikan rekomendasi agar perusahaan menjalankan tata kelola dengan benar. “Misalnya, maka rekomendasi kami evaluasi dari operasional pabrik gula. Apakah operasional itu biayanya lebih tinggi dari pendapatannya. Bila memungkinkan biaya ini bukan ditekan tanpa mengorbankan kualitas. Namun bila langkah itu tak mungkin dilakukan maka perlu ada cut loss, jadi jangan dibiarkan merugi terus. Jadi harus ada penyelamatan, bisa dijual atau ada investasi untuk modernisasi dari pabrik gula itu,” ucap dia. Ia mengatakan, rekomendasi hasil pemeriksaan yang dikeluarkan BPK diawasi Kementerian BUMN alias pemerintah sebagai pemegang saham.
Rekomendasi BPK juga berdasarkan regulasi yang ada, seperti regulasi yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu regulasi itu adalah Peraturan OJK Nomor 73 Tahun 2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian. POJK itu salah satunya mengatur bahwa investasi yang dilakukan harus memiliki kajian risiko, baik risiko keuangan, risiko hukum, dan risiko lainnya.
Sayangnya, ungkap Akhsanul, terkadang ada perusahaan BUMN yang menabrak atau melangkah tidak sesuai rekomendasi. Dalam berinvestasi medium term note atau surat utang jangka menengah, misalnya, Pefindo mengeluarkan rekomendasi peringkat dari perusahaan penerbit medium term note. “Jadi harusnya kalau Pefindo sudah mengeluarkan peringkat di bawah ya jangan dibeli,” tutur dia.
Begitu juga saat komite investasi memeriksa perusahaan yang mengeluarkan surat utang. Bila tidak layak, sepatutnya BUMN tidak meneruskan membeli surat utang. Pada intinya, ucap dia, BPK melakukan pemeriksaan dan mengeluarkan rekomendasi agar BUMN tidak merugi, termasuk dalam hal investasi. Oleh karena itu, BUMN perlu mengikuti aturan investasi, terutama menjaga prinsip kehati-hatian.