DUO DI INVESTASI PORTOFOLIO

by super admin

Oleh: Khairul Anam, Wartawan TEMPO (Juara I Lomba Karya Jurnalistik BPK 2020 Kategori Berita)

Badan Pemeriksa Keuangan menyorot transaksi Jiwasraya pada saham yang
terafiliasi dengan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat. Mencuat juga dalam
dugaan prahara baru investasi Asabri.

BERENCANA memboyong sebagian saham perusahaan milik Benny Tjokrosaputro,
Tahir sadar namanya bakal disangkutkan dengan skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Makanya, orang terkaya nomor tujuh di Indonesia versi Forbes itu sempat menanyakan masalah tersebut kepada koleganya pada Desember 2019.

Menurut Tahir, Benny mengaku pernah berurusan dengan Jiwasraya ketika perusahaannya, PT Hanson International Tbk, menerbitkan surat utang jangka menengah (medium-term notes/MTN) senilai Rp 700 miliar pada akhir 2015. “Menurut Benny, MTN itu sudah dijual lagi oleh Jiwasraya dan sudah dilunasi juga oleh Hanson. Akunnya sudah tutup,” kata Tahir, Kamis, 2 Januari lalu.

Tahir, bos Grup Mayapada, belakangan disebut-sebut menjadi backing Benny, yang belum lama ini dicegah bepergian ke luar negeri oleh Kejaksaan Agung atas kasus dugaan fraud—tindakan curang yang menguntungkan pribadi atau pihak lain—dalam pengelolaan investasi Jiwasraya. Pada 17 Desember 2019, Hanson mengumumkan rencana PT Maha Properti Indonesia Tbk (MPRO), bagian dari Grup Mayapada, membeli saham anak usaha PT Mandiri Mega Jaya, anak usaha MYRX—kode emiten Hanson International. Selain itu, MPRO akan
mengambil alih sebagian saham PT Hokindo Properti Investama milik PT Rimo International (RIMO), yang juga dipunyai keluarga Tjokrosaputro.

Tahir mengatakan bukan saham yang dibeli MPRO, melainkan aset tanah milik Mandiri dan Hokindo. “Sudah teken nota kesepahaman, tapi belum transaksi,” ucapnya. Adapun Hanson, perusahaan Benny, memang tercatat dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap laporan keuangan Jiwasraya tahun buku 2014-2015. Pasalnya, Jiwasraya menyerap sebagian besar MTN Hanson dengan menggelontorkan dana Rp 680 miliar. Transaksi ini dinilai tak memenuhi aspek legal, tak mempertimbangkan kinerja Hanson yang buruk, dan berpotensi menyebabkan Jiwasraya merugi jika sampai terjadi gagal bayar.

Keberadaan Benny di Jiwasraya diketahui tidak hanya lewat MTN tersebut. Jiwasraya juga memegang sebagian saham MYRX lewat sejumlah reksa dana. Pergerakan naik saham MYRX setiap akhir tahun ditengarai turut membuat hasil investasi Jiwasraya terlihat kinclong.

BENNY Tjokrosaputro bukan satu-satunya pengusaha swasta yang tersangkut di
pusaran kasus Jiwasraya. Seorang lainnya yang juga dicekal kejaksaan adalah Heru
Hidayat. Seperti perusahaan Benny, sejumlah korporasi milik Heru menjadi tempat menampung dana investasi Jiwasraya.

Di pasar modal, keduanya masyhur sebagai pengelola harga emiten. Maksudnya,
dengan semua sumber daya yang dimiliki, Benny dan Heru mampu membuat harga emiten afi liasi mereka naik, bahkan kerap melewati harga pasar yang adil, sebagai wajah asli fundamental perusahaan. Sejumlah pelaku pasar modal mengatakan cara kerja keduanya adalah menjajakan saham-saham lapis kedua dan ketiga kepada investor pemilik modal. Penjualan bisa dilakukan melalui manajer investasi atau langsung. Ketika investasi itu telah masuk, barulah upaya mengelola harga saham dimulai. Praktik ini biasanya makin gencar
dan kencang menjelang tutup kuartal dan tutup tahun, momentum bagi investor untuk memoles laporan keuangan mereka atau biasa disebut window dressing.

Dalam kasus Jiwasraya, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan harga saham tempat Jiwasraya berinvestasi selalu melompat menjelang tutup tahun. Sejumlah transaksi senilai miliaran rupiah digeber pada 30 Desember buat membeli saham-saham tersebut untuk kemudian dijual lagi pada 2 Januari tahun berikutnya. Karena saham dibeli di bawah harga pasar, di laporan keuangan akan tercatat hasil investasi Jiwasraya menguntungkan. “Laba tersebut sebenarnya laba semu sebagai akibat rekayasa akuntansi atau window dressing.
Perusahaan sebenarnya sudah mengalami kerugian,” tutur Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat memaparkan resume audit investigatif permulaan atas Jiwasraya di kantor
BPK, Jakarta, Rabu, 8 Januari lalu.

Masalahnya, pengelolaan harga saham itu—pelaku pasar mengenal praktik ini sebagai saham gorengan—tidak murah. Dibutuhkan biaya secara berkelanjutan untuk
memodali aktivitas jual-beli saham yang bersangkutan agar terlihat likuid. Pada
2016, BPK meminta Jiwasraya segera cabut dari saham-saham lapis kedua dan ketiga
itu untuk kemudian pindah ke saham-saham yang lebih likuid.

Pada waktu bersamaan, Benny dan Heru terkena badai dalam bisnis sendiri. Benny
pada akhir tahun lalu disemprit Otoritas Jasa Keuangan karena kedapatan mengais
dana dari masyarakat secara ilegal. Perusahaannya menjaring investasi dari pemodal
retail dengan janji imbal hasil 12 persen per tahun untuk pengembangan properti milik perusahaan. Jumlah nasabah yang tersangkut ribuan. Benny berhasil menghimpun dana lebih dari Rp 1 triliun sejak tiga tahun lalu. OJK juga menjatuhkan denda Rp 5
miliar kepada Benny karena ia mengklaim pendapatan lebih tinggi dari seharusnya
dalam laporan keuangan perusahaan pada 2016.

Rentetan masalah itu membuat kantong Benny makin tipis. Yang terbaru, pada Kamis, 2 Januari lalu, Benny memohon penundaan pembayaran kupon surat utang
jangka menengah yang diterbitkan PT Blessindo Terang Jaya, anak usaha Hanson International, kepada PT Emco Asset Management, pemegang MTN lewat
Reksadana Penyertaan Terbatas Emco Property Fund. Benny memohon pembayaran kupon ke-11 yang jatuh tempo pada 6 Januari lalu sebesar Rp 19,125 miliar ditunda.
Hanson meminta penundaan sampai 6 April 2020, jatuh tempo pembayaran kupon ke-12 alias yang terakhir. “Alasan penundaan adanya permasalahan arus kas yang sedang dialami pemegang saham tidak langsung Blessindo, PT Hanson International Tbk,” ujar Benny dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo.

Adapun masalah Heru berawal dari PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM). Kebakaran satu kapal pada 2104 dan terlibatnya satu tanker mereka dalam penyelundupan minyak memukul bisnis perusahaan secara berkepanjangan. Menurut laporan keuangan perusahaan per Maret 2019, TRAM punya utang hingga Rp 2,79 triliun.
Benny dan Heru tidak merespons ketika dihubungi Tempo sepanjang pekan lalu. Namun pengacara Benny, Muchtar Arifi n, setelah menemani Benny dalam pemeriksaan di Kejaksaan Agung pada Senin, 6 Januari lalu, menyatakan kliennya tidak bersalah dalam kasus Jiwasraya. Menurut Muchtar, Benny hanya tersangkut dalam masalah MTN Jiwasraya, yang statusnya sudah selesai. Dia menganggap kliennya tidak seharusnya dipanggil sebagai saksi. “Tidak ada fakta-fakta yang bisa memberatkan ataupun turut serta melakukan. Tidak ada,” ucap Muchtar, yang juga bekas direktur penyidikan Kejaksaan Agung.

KEPALA Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan menyatakan aksi
mengelola harga saham sebuah perusahaan di pasar bursa sebetulnya legal dan sahsah saja. Aksi itu bisa sah dan legal bila saham yang dikelola memang benar-benar
bagus dan harganya mewujudkan kondisi asli perusahaan. “Di bursa itu seperti beauty contest,” kata Alfred, Jumat, 10 Januari lalu. “Kita harus menunjukkan bahwa perusahaan yang ingin mencari dana investor itu terlihat likuid.”

Jadi ilegal dan keliru, Alfred melanjutkan, bila tujuan mengelola harga saham
hanya memoles laporan keuangan investor. Terlebih jika harganya sampai jauh di
atas harga pasar yang mewakili kondisi perusahaan sebenarnya. “Gorengan oke,
asalkan fundamental perusahaan bagus. Tapi, kalau sudah sampah terus digoreng,
itu sudah enggak bagus duluan niatnya,” ujar Alfred.

Ribut-ribut saham gorengan di Jiwasraya, yang dianggap turut memicu terjadinya gagal bayar polis klaim perusahaan, ini belakangan ditengarai juga merambah ke
PT Asabri (Persero), perusahaan asuransi dan dana pensiun pemerintah untuk polisi dan tentara. Menerima aduan masyarakat, Ombudsman RI tengah mengkaji masalah tersebut. “Ini sama persis (dengan Jiwasraya),” ucap anggota Ombudsman, Ahmad Alamsyah Saragih, Jumat, 10 Januari lalu. Hingga pekan lalu, sejumlah emiten yang terafi liasi dengan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, seperti Hanson International dan PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), mencatatkan Asabri sebagai pemilik saham.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. pun menyatakan
telah mendapat informasi tentang masalah di tubuh Asabri. “Saya mendengar ada isu
korupsi di Asabri yang mungkin tidak kalah fantastisnya dengan Jiwasraya, di atas
Rp 10 triliun gitu,” ujar Mahfud di kantornya, Jumat, 10 Januari lalu. Dia berencana
membicarakan dugaan kasus baru ini dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir

You may also like