JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memantapkan penerapan strategi diversity and inclusion (DI) atau keragaman dan inklusi di lingkungan kerja. Komitmen itu disampaikan BPK setelah menggelar diskusi virtual dengan The Australian National Audit Office (ANAO) menggelar diskusi virtual mengenai keragaman dan inklusi pada sektor publik.
Diskusi yang digelar pada Februari 2021 itu bertujuan untuk saling berbagi pengetahuan dan wawasan serta mendiskusikan manfaat dan tantangan dalam menerapkan strategi keberagaman dan inklusi dalam lingkungan yang dinamis.
Sebagai bentuk tindak lanjut dari kegiatan tersebut, Biro SDM BPK akan melakukan diskusi internal untuk membahas strategi DI. Strategi DI sebenarnya telah dilaksanakan oleh BPK, namun belum ditetapkan melalui suatu kebijakan khusus.
Hal yang penting lainnya untuk dilakukan adalah bagaimana menekankan pentingnya DI bagi organisasi BPK kepada pimpinan dan top management. Kemudian, Biro SDM, Biro Humas dan KSI serta ANAO akan menjadwalkan diskusi lanjutan apabila diperlukan untuk membahas hal-hal yang masih perlu diklarifikasi dari ANAO maupun Prospera.
Sementara, Kepala Biro Humas dan KSI Selvia Vivi Devianti mengharapkan Biro SDM dapat mendokumentasikan strategi DI yang ada di BPK dan dapat menjadi bahan untuk disampaikan kepada pihak eksternal, dalam rangka eksternalisasi kapasitas BPK. Dengan demikian, BPK diharapkan akan menjadi trendsetter dalam menerapkan strategi DI di level instansi/institusi nasional
Diskusi mengenai DI, antara lain, dihadiri Kristian Gage, senior advisor ANAO untuk BPK. Sedangkan dari pihak BPK dihadiri Kepala Biro SDM Dadang Ahmad Rifa’i dan pejabat Biro SDM lainnya. Selain itu, dihadiri Kepala Biro Humas dan KSI Selvia Vivi Devianti beserta pejabat dan staf Biro Humas dan KSI. Diskusi turut dihadiri pewakilan dari Prospera (Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian)
ANAO dalam pemaparannya menjelaskan bahwa, Diversity Council of Australia mendefinisikan keragaman (diversity) sebagai perbedaan unik antara orang-orang dalam cara mereka mengidentifikasi yang dapat membentuk cara dalam memandang dan mempersepsikan dunia dan tempat kerja mereka. Selain itu, terkait bagaimana cara orang lain memandang dan memperlakukan mereka. Hal tersebut dapat terkait dengan identitas sosial, yaitu suku, agama, orientasi seksual, gender, sosial ekonomi, dan lainnya.
Sementara, kamus Oxford mendefinisikan inklusi sebagai praktik atau kebijakan yang memberikan akses yang sama terhadap peluang dan sumber daya bagi orang-orang yang mungkin akan dikucilkan atau dipinggirkan, seperti mereka yang memiliki cacat fisik atau mental, dan anggota kelompok minoritas lainnya. Inklusi di tempat kerja akan tercapai ketika beragam orang merasa bahwa diri mereka dihormati, terhubung dan merasa diterima, dapat berkontribusi kepada organisasi, dan memiliki progres dalam kariernya.