JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Sudah lebih dari 1,5 tahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Meski kasus Covid-19 di Tanah Air mulai terkendali, Indonesia sebagaimana negara lainnya masih dihadapkan dengan ketidakpastian. Tidak ada yang tahu bagaimana situasi pandemi akan berkembang.
Di beberapa negara lain, khususnya di negara-negara Eropa, penyebaran Covid-19 kembali mengganas. Tingkat penularannya bahkan mencapai rekor tertinggi dibandingkan sebelumnya.
Di tengah masih tingginya ketidakpastian akibat pandemi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan kapasitasnya mencoba memberikan tinjauan masa depan (foresight) bagi para pemangku kepentingan. Foresight BPK membantu pemerintah dan masyarakat menghadapi ketidakpastian itu. Caranya, dengan menghasilkan kajian perspektif jangka panjang berisi pemetaan berbagai kondisi yang mungkin terjadi di masa dan pascapandemi.
Hal tersebut telah direalisasikan BPK dalam pendapat foresight pertama yang berjudul “Membangun Kembali Indonesia dari Covid-19: Skenario, Peluang, dan Tantangan Pemerintah yang Tangguh”. Di dalam foresight tersebut, BPK menyajikan empat skenario yang kemungkinan terjadi pada masa depan, khususnya hingga 2026.
Setiap skenario memberikan gambaran yang kemungkinan terjadi di delapan sektor. Salah satunya sektor kesehatan. Seluruh pihak telah sepakat, pemulihan sektor kesehatan adalah hal paling krusial. Jika kesehatan pulih, maka sektor lain yang terdampak akan pulih, termasuk perekonomian.
Baca Juga: Terbitkan Foresight, Apa Unsur Penting yang Perlu Diperkuat?
Skenario pertama yang disampaikan dalam foresight BPK bertajuk “Berlayar Menaklukkan Samudra” (Respons Pemerintah Lebih Efektif dan Pandemi Mereda). Terkait sektor kesehatan, BPK menggambarkan bahwa jumlah tenaga dan fasilitas kesehatan di perdesaan dan pinggiran kota meningkat seiring dengan maraknya kolaborasi intensif antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Kesehatan dengan universitas serta sekolah keperawatan. Kemudian, jumlah masyarakat Indonesia yang pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pengobatan menurun karena meningkatnya kualitas pelayanan dan fasilitas kesehatan di dalam negeri.
Dalam skenario kedua, yaitu “Mengarung di Tengah Badai” (Respons Pemerintah Lebih Efektif dan Pandemi Memburuk), BPK memberikan gambaran bahwa reformasi untuk memperbaiki sistem kesehatan nasional, termasuk pembiayaannya, berhasil meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap faskes, nakes, alkes, dan obat-obatan. Dengan menggunakan JKN, pasien yang terpapar virus memperoleh pengobatan dan pelayanan kesehatan dasar dengan kualitas yang ditingkatkan.
Kemudian, sebagian masyarakat meninggalkan pengobatan modern dan beralih ke pengobatan tradisional karena kesimpangsiuran dan derasnya informasi yang menyesatkan tentang akibat vaksin pada kesehatan.
Skenario selanjutnya atau yang ketiga bertajuk “Tercerai-berai Terhempas Lautan” (Respons Pemerintah Kurang Efektif dan Pandemi Memburuk). BPK di dalam buku foresight menjelaskan, program vaksinasi yang diselenggarakan secara besar-besaran oleh pemerintah dan swasta tidak mampu mengimbangi keganasan dan persebaran virus. Angka kematian akibat Covid-19 di semua usia meningkat tajam hingga mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Banyak pula rumah sakit di kota-kota menengah dan kecil tutup karena tak tersedia obat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Dokter dan perawat berguguran dalam menjalankan tugas melawan Covid-19.
Baca Juga: Grand Launching Buku Pendapat (Strategic Foresight) BPK
Selain itu, penambahan pemakaman baru tidak mampu menampung tingkat kematian yang tinggi. Berkurangnya dukungan finansial dan layanan dasar yang dicakup dalam skema jaminan kesehatan nasional menjadi salah satu sebab utama keruntuhan sistem kesehatan nasional.
Sedangkan skenario terakhir dalam foresight BPK adalah “Kandas Telantar Surutnya Pantai” (Respons Pemerintah Kurang Efektif dan Pandemi Mereda). Dalam skenario ini, walaupun pandemi sudah mereda, dampak yang berkepanjangan menyebabkan pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan public yang memadai.
Jaminan kesehatan nasional (JKN) tidak dapat memenuhi mandatnya karena mengalami kesulitan finansial kronis disebabkan terus tertundanya pengucuran pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Akibatnya, banyak rumah sakit swasta enggan menerima pasien yang dijamin sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).