JAKARTA, WARTAPEMERIKSA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester II 2021 telah menyelesaikan pemeriksaan kinerja kinerja atas efektivitas penetapan kebutuhan ASN TA 2019-semester I tahun 2021. Pemeriksaan dilaksanakan terhadap Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta instansi terkait lainnya.
Salah satu permasalahan yang ditemukan BPK adalah kebijakan penetapan kebutuhan ASN belum memadai. Hasil pemeriksaan tersebut juga dicantumkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2021.
“BPK menemukan bahwa pedoman penyusunan kebutuhan ASN belum mengatur batas waktu penyusunan dan penyampaian pertek kebutuhan ASN alokasi tambahan per instansi kepada menteri PANRB serta cut-off penarikan data BUP dalam perencanaan kebutuhan ASN.”
“Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa apabila permasalahan tidak diatasi, maka dapat menghambat efektivitas Kementerian PANRB dalam menyelenggarakan penetapan kebutuhan ASN dan BKN dalam pembuatan pertek (pertimbangan teknis) dalam rangka menyiapkan ASN sebagai sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing,” demikian disampaikan BPK dalam IHPS II 2021.
Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap Kementerian PANRB, BPK menemukan permasalahan bahwa kebijakan penetapan kebutuhan ASN belum memadai. Hal itu salah satunya karena terdapat amanat PP Nomor 11 Tahun 2017 yang belum dilaksanakan oleh Menteri PANRB.
Amanat tersebut yaitu membuat peraturan menteri mengenai tata cara pelaksanaan penyusunan kebutuhan yang bersifat elektronik. Kemudian adanya kebijakan pengurangan jabatan administrasi tidak sesuai dengan Permen PANRB Nomor 41 Tahun 2018.
“Akibatnya, terjadi tumpang tindih kegiatan validasi/analisis usulan kebutuhan ASN antara Kementerian PANRB dan BKN. Selain itu terdapat kekurangan tenaga administrasi di instansi daerah sehingga pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi daerah kurang optimal,” tulis BPK dalam IHPS II 2021.
Permasalahan selanjutnya, penetapan kebutuhan ASN belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu belum memperhatikan pertek kebutuhan ASN BKN, serta belum mempertimbangkan dokumen analisis jabatan (anjab), analisis beban kerja (ABK), peta jabatan, dan data batas usia pensiun (BUP) yang mutakhir dari masing-masing instansi. Akibatnya, keputusan menteri PANRB terkait penetapan kebutuhan ASN di tingkat instansi pusat dan pemerintah daerah tidak akurat dan tidak transparan.
Adapun dalam pemeriksaan pada BKN, pemeriksaan BPK menemukan bahwa pedoman penyusunan kebutuhan ASN belum mengatur batas waktu penyusunan dan penyampaian pertek kebutuhan ASN alokasi tambahan per instansi kepada menteri PANRB serta cut-off penarikan data BUP dalam perencanaan kebutuhan ASN. Akibatnya, BKN terlambat menyampaikan pertek kebutuhan ASN alokasi tambahan per instansi kepada menteri PANRB, dan analisis kebutuhan ASN tidak tepat.
Kemudian, penyusunan pertek kebutuhan ASN belum dilaksanakan dengan menggunakan sistem informasi yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN (SI ASN). Selain itu, Pusat Perencanaan Kebutuhan (Pusrenkeb) ASN belum menggunakan rencana strategis (renstra) instansi sebagai salah satu dokumen untuk bahan verifikasi dan validasi serta pertimbangan dalam analisis kebutuhan dan penyusunan pertek kebutuhan ASN. Akibatnya, penyusunan pertek kebutuhan ASN yang tepat waktu, akurat, dan valid belum dapat dilakukan. Kemudian pemanfaatan sumber daya jejaring yang dimiliki oleh kantor regional BKN belum dilakukan secara optimal oleh Pusrenkeb.
Rekomendasi BPK untuk Menteri PANRB
- Membuat Peraturan Menteri PANRB mengenai tatacara pelaksanaan penyusunan kebutuhan yang bersifat elektronik dengan mempertimbangkan Pasal 10 dan Pasal 11 PP Nomor 11 Tahun 2017.
- Mengintensifkan koordinasi dan komunikasi dengan BKN terkait batas waktu penyampaian pertek dan isi pertek kebutuhan ASN. Sehingga dapat dimanfaatkan dalam proses analisis/validasi kebutuhan ASN.
Rekomendasi BPK untuk Kepala BKN
- Membuat kesepakatan dengan menteri PANRB mengenai batasan waktu penyampaian pertek kebutuhan ASN alokasi tambahan per instansi dan pertek sekolah kedinasan yang menjadi pedoman penyusunan penetapan kebutuhan ASN. Kemudian merevisi pedoman penyusunan kebutuhan ASN dengan memasukkan klausul cut off BUP sebagai acuan/pedoman dalam penyusunan kebutuhan ASN oleh instansi dan pembuatan pertek Kebutuhan ASN.
- Menyelesaikan SI ASN yang terintegrasi dan memuat aplikasi terkait penyusunan kebutuhan ASN yang akan digunakan oleh instansi pemerintah dan aplikasi pembuatan pertek yang akan digunakan oleh Pusrenkeb ASN. Serta menetapkan pedoman SI ASN terintegrasi, dan menggunakan renstra instansi sebagai salah satu dokumen untuk bahan verifikasi dan validasi serta pertimbangan dalam analisis kebutuhan dan penyusunan pertek kebutuhan ASN.