JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Bagi Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ahmad Adib Susilo, keutamaan hidup adalah untuk memberikan manfaat kepada sesama. Di mana pun berada, seorang manusia harus memberikan hasil yang bermanfaat. Di BPK pun seperti itu. Dia mengatakan selalu berupaya meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan agar manfaatnya semakin bertambah.
Kepada Warta Pemeriksa, Adib juga membagikan kisah perjalanannya sepanjang mengabdi di BPK. Berikut petikan wawancaranya.
Berdasarkan pandangan Bapak, apa perbedaan BPK dulu dan sekarang?
Perbedaan itu pasti muncul karena memang perubahan itu pasti. Tidak ada yang tidak berubah di dunia ini, termasuk BPK. Banyak hal yang berubah tapi yang menarik itu antara lain perubahan beban kerja.
Ketika saya masuk BPK pada 1996, saya ingat sekali dalam setahun itu mendapatkan penugasan dua kali. Sekali penugasan itu sekitar 20 hari kerja. Jadi semester I itu mendapatkan 20 hari tugas. Kemudian, pada semester II kembali mendapatkan 20 hari tugas. Seperti itu saja.
Beban kerja saat itu relatif memang terkonsentrasi pada beberapa bulan tertentu dalam setahun. Namun, apabila kita melihat kondisi saat ini, perbedaannya luar biasa. BPK dipercaya oleh masyarakat dan lembaga internasional sehingga beban kerjanya meningkat signifikan.
Setahun itu kalau saya perhatikan, bisa jadi tugas yang harus para auditor itu laksanakan hampir 300 hari dalam setahun. Namun, itu bagus menurut saya karena memang kita diangkat menjadi PNS di BPK untuk bekerja.
Kemudian, dari sisi sumber daya juga sudah berbeda. Saat ini, SDM BPK semakin luar biasa. Dulu SDM BPK sangat sedikit. Saat ini mungkin SDM BPK sudah meningkat tiga kali lipat.
Selain dari sisi kuantitas, kompetensi juga meningkat luar biasa. Dulu itu, lulusan S2 sangat jarang. S1 juga tidak banyak. Sekarang, mencari pegawai dengan latar belakang pendidikan S2 di BPK sudah sangat mudah. Kemudian, lulusan S3 juga semakin banyak.
Animo pegawai BPK untuk meningkatkan pendidikan juga luar biasa tinggi. Sehingga, itu menjadi perbedaan yang signifikan antara dulu dan sekarang. Dampak hasil pemeriksaan BPK kepada masyarakat juga semakin meningkat.
Tentu parameternya banyak, tapi dari pemahaman saya bisa dibilang dulu itu BPK jarang menembus perhatian media massa. Sekarang, karena manfaat BPK sudah semakin meningkat maka terlihat bagaimana media memuat hasil-hasil pemeriksaan BPK. Selain itu, BPK juga banyak diminta oleh berbagai lembaga untuk mendorong perbaikan dengan pemeriksaan.
Apa motivasi Bapak untuk bekerja di BPK?
Saya berpikir hal yang sederhana sebenarnya. Ketika saya kuliah di STAN saya diminta untuk mendaftar ke sejumlah kantor pemerintahan. Saya berpikir, yang namanya sesuatu yang tidak benar itu harus dibenarkan.
Latar belakang saya itu lahir dan besar di kalangan pesantren. Saya ingat hadis yang berbunyi, Jika melihat kemungkaran maka perbaikilah dengan kekuasaanmu atau tanganmu. Jika tidak mampu maka dengan mulutmu dan jika tidak mampu lagi maka dengan hatimu. Artinya, kita ini perlu melakukan perbaikan di muka bumi ini.
Ada yang salah kita benarkan. Ada yang bengkok kita luruskan. Itu salah satu prinsip saya dari dulu. Sehingga, hal itu memotivasi saya untuk memperbaiki sesuatu di dunia ini. Salah satunya yakni dengan melakukan pemeriksaan.
Oleh karena itu, saya memilih opsi pertama BPK karena memang menjadi lembaga pemeriksa tertinggi di negara ini. Kemudian, saya memilih BPKP dan selanjutnya adalah Itjen Kemenkeu. Jadi memang semua yang saya pilih bergerak di bidang auditor.
Alhamdulillah saya diterima di BPK. Jadi, ya memang motivasi saya seperti itu. Hidup itu harus dapat memperbaiki apa yang masih belum baik, membenarkan apa yang belum benar, dan meluruskan apa yang belum lurus. Saya juga punya prinsip untuk bisa memberikan manfaat kepada seluruh pihak.
Setelah menjabat sebagai Tortama AKN III BPK, apa target yang Bapak siapkan ke depan?
Saya bersyukur karena AKN III ini sudah cukup established. Saya diwarisi dari para senior Tortama sebelumnya sistem yang bagus sehingga memudahkan saya untuk melangkah ke depan. Paling tidak, saya berusaha mempertahankan apa yang sudah bagus dan meningkatkan yang bisa ditingkatkan.
Kembali ke prinsip hidup saya tadi, saya berusaha untuk memberikan manfaat kepada sesama. Maka, saya punya concern di mana pun saya berada, saya ingin memberikan hasil yang bermanfaat. Di AKN III BPK, saya berupaya meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan. Hal ini agar manfaatnya semakin bertambah.
Kalau kita bicara output yang berkualitas maka kita harus bicara input dan proses. Input itu bisa dikatakan sudah given karena kita diberikan antara lain SDM, mesin atau peralatan, dan anggaran. Hal ini harus siap untuk masuk ke dalam proses.
Saya lihat, SDM di AKN III BPK termasuk baik dan saya kira sudah siap. Saya hanya perlu menambah mentoring dan coaching pengalaman untuk semakin mengasah keterampilan mereka. Dari sana kemudian baru kita masuk ke dalam proses. Saya dan para kepala auditorat serta kepala subauditorat perlu mengawal proses ini.
Kita sudah dibekali dengan berbagai macam metodologi untuk memastikan proses pemeriksaan menjadi benar. Ada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), Pedoman Manajemen Pemeriksaan (PMP), petunjuk pelaksanaan (juklak), dan petunjuk teknis (juknis). Namun, hal ini apabila tidak dikawal berpotensi terjadi pelaksanaan yang melenceng dari panduan.
Saya pun sering meminta para kepala auditorat dan kepala subauditorat untuk memastikan proses ini berjalan dengan baik. Dari sisi informal, saya juga meminta para pemeriksa untuk berpikir secara out of the box. Jadi, waktu saya di pesantren ada istilah jumud atau kaku. Saya tidak mau para pemeriksa memiliki pola pikir yang kaku.
Apabila dalam pemeriksaan menemukan masalah atau tantangan mereka tidak berhenti. Justru mereka mencari solusi sehingga bisa menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini akan terefleksi dalam kualitas pemeriksaan supaya sesuai dengan yang diharapkan.
Kepada pihak eksternal, saya juga berkomunikasi dengan para entitas pemeriksaan. Saya minta mereka juga bersinergi dan seirama dengan BPK. Kami berkomitmen memperbaiki pengelolaan keuangan negara ya mereka juga perlu sama-sama mau melakukan itu.
Contohnya, di AKN III BPK terdapat beberapa entitas yang mampu mencapai Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) sebesar 100 persen. Tentu hal ini membuat kami senang karena artinya rekomendasi dari BPK dapat diselesaikan oleh entitas dan saya yakin ada manfaat yang bisa dirasakan.
Apa pesan untuk para pegawai BPK?
Pesan secara normatifnya adalah kita punya integritas, independensi, dan profesionalisme. Namun, saya tekankan kita jangan hanya terbatas pada integritas dan independensi. Ini mungkin teman-teman bekerja dengan lebih menekankan pada dua hal tersebut tapi lupa pada aspek profesionalisme.
Saya meminta terutama kepada para pemeriksa BPK yang baru bahwa tiga hal ini harus menjadi kesatuan dan dikerjakan secara bersama. Hal ini karena tanpa kita memiliki profesionalisme, maka hasil yang kita akan peroleh itu tidak akan optimal atau tidak akan berkualitas.
Misalnya, pemeriksaan hanya sekadarnya. Ada tantangan kemudian menyerah. Itu adalah ciri-ciri profesionalisme yang luntur. Kemudian, secara non-formalnya, saya berpesan kepada teman-teman untuk selalu happy bekerja di BPK. Karena kalau kita bekerja tapi tidak bahagia di kantor maka saya yakin hasilnya tidak akan baik. Jadi, saya berpesan untuk selalu happy bekerja di BPK.