JAKARTA, WARTAPEMERIKSA — Belum optimalnya tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan dan belum memadainya kompetensi sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor yang menyebabkan kualitas sejumlah laporan keuangan pemerintah daerah masih rendah. Kondisi ini diungkapkan dalam laporan kajian yang dilakukan Staf Ahli Bidang Keuangan Pemerintah Daerah Dadang Ahmad Rifa’i yang bertajuk “Kajian Faktor Penyebab Rendahnya Kualitas LKPD: Studi pada Daerah yang Belum Memperoleh Opini WTP”.
Dalam kajian itu disebutkan bahwa terdapat 23 pemda yang hingga saat ini belum pernah meraih opini WTP. Hasil kajian menunjukkan, salah satu penyebab rendahnya kualitas LKPD berkaitan dengan tindak lanjut.
Penyelesaian tindak lanjut rekomendasi pada 23 pemda yang belum pernah meraih opini WTP dinilai belum optimal. Dari sebanyak 20.642 rekomendasi selama periode 2005-semester I 2022 pada 23 pemda tersebut, terdapat sebanyak 5.586 rekomendasi (27,1 persen) dengan status belum sesuai dengan rekomendasi (BS) dan sebanyak 2.419 rekomendasi (11,7 persen) berstatus belum ditindaklanjuti (BD).
“Hal ini mengindikasikan kurangnya komitmen pemda untuk melaksanakan rekomendasi atas temuan pemeriksaan sehingga tidak terdapat perbaikan yang memadai dalam pengelolaan keuangan daerah yang berdampak pada rendahnya kualitas LKPD pemda tersebut.”
Faktor lainnya yang menyebabkan masih rendahnya kualitas LKPD pada 23 pemda adalah belum memadainya kompetensi SDM pengelola keuangan
Kompetensi SDM pengelola keuangan pada 22 pemda (95,7 persen) dinilai belum/kurang memadai. Kemudian, sebanyak delapan pemda (34,8 persen) belum memfasilitasi peningkatan kompetensi untuk SDM pengelola keuangan pemda tersebut.
Keterbatasan sumber daya keuangan juga menjadi kendala. Sebanyak sembilan pemda (39,1 persen) dinilai belum memiliki anggaran yang cukup memadai untuk kegiatan penatausahaan laporan keuangan.
Hasil kajian turut menunjukkan bahwa aplikasi sistem informasi pengelolaan keuangan belum memadai. “Terdapat beberapa pemda yang melakukan penyusunan LKPD tahun 2021 secara manual,” kata Dadang.
“Hal ini mengindikasikan kurangnya komitmen pemda untuk melaksanakan rekomendasi atas temuan pemeriksaan sehingga tidak terdapat perbaikan yang memadai dalam pengelolaan keuangan daerah yang berdampak pada rendahnya kualitas LKPD pemda tersebut.”
Secara garis besar, penyebab rendahnya kualitas LKPD adalah kurangnya komitmen kepala daerah, belum optimalnya peran inspektorat daerah, hingga belum memadainya kompetensi SDM pengelola keuangan dan belum optimalnya penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan.
Merujuk pada hasil kajian, ada sejumlah hal yang bisa dilakukan BPK untuk terus mendorong peningkatan kualitas LKPD.
1. BPK mendorong komitmen kepala daerah yang dapat dilaksanakan melalui pembentukan tim atau task force, menyusun rencana aksi peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah dan melakukan pemantauan secara rutin atas rencana aksi tersebut. Tim tersebut dipimpin langsung oleh kepala daerah dengan beranggotakan unsur dari instansi terkait seperti BPKP dan Kemendagri.
Rencana aksi tersebut meliputi antara lain peningkatan kapabilitas APIP, peningkatan kompetensi SDM pengelola keuangan, pengalokasian sumber daya keuangan yang memadai untuk mendukung pengelolaan keuangan daerah. Kemudian peningkatan kualitas aplikasi sistem informasi pengelolaan keuangan daerah dan percepatan penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan.
2. BPK dapat melaksanakan pemeriksaan atas SPIP pemda secara mandiri yang terpisah dari pemeriksaan keuangan. Pemeriksaan tersebut dapat dilaksanakan dengan sasaran antara lain, efektivitas SPIP dan efektivitas kinerja pengawasan internal/APIP.
3. BPK mendorong kerja sama Kemendagri dengan BPKP untuk melakukan penguatan terhadap kapabilitas inspektorat daerah/APIP untuk mendukung peningkatan kualitas pengelolaan APBD sesuai amanat Pasal 152 UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
4. BPK mengevaluasi secara mendalam tentang kompetensi SDM pengelola keuangan dan kecukupan sumber daya keuangan yang turut menyebabkan rendahnya kualitas laporan keuangan pemda. Selanjutnya, BPK memuat hasil evaluasi tersebut sebagai temuan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi secara spesifik untuk menyelesaikan masalah tersebut di dalam LHP.
Rekomendasi terkait kompetensi SDM pengelola keuangan misalnya termasuk mendorong sertifikasi bagi SDM pengelola keuangan daerah sesuai amanat Pasal 151 ayat (1) UU No 1 Tahun 2022. Pemeriksaan atas kompetensi SDM pengelola keuangan dan kecukupan sumber daya keuangan ini dapat menjadi bagian/sasaran dalam pemeriksaan SPIP sesuai saran pada angka 2 di atas.
5. BPK melakukan kajian/analisis terhadap perkembangan terkini mengenai regulasi terkait aplikasi sistem informasi pengelolaan keuangan daerah, termasuk pengembangan dan implementasinya. Kajian/analisis tersebut selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam penilaian risiko pemeriksaan keuangan dan pelaksanaan komunikasi dengan instansi terkait lainnya seperti Kemendagri dan BPKP.
6. BPK dapat melaksanakan pemeriksaan atas tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Implementasi Renstra BPK 2020-2024. Sesuai Renstra BPK 2020-2024, pemeriksaan atas tindak lanjut bermanfaat dalam mendorong percepatan tindak lanjut atas rekomendasi BPK, mengukur dampak atas hasil tindak lanjut rekomendasi BPK, mengidentifikasi permasalahan proses tindak lanjut, dan menyesuaikan rekomendasi agar selaras dengan perkembangan terkini sehingga dapat ditindaklanjuti oleh entitas terperiksa.